BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Perkembangan ilmu teknologi yang pesat pada abad ke-20
berdampak positif pada perkembangan usaha bidang perasuransian. Kegiatan usaha
tidak hanya bidang asuransi, tetapi juga bidang penunjang asuransi. Pembangunan
bidang sarana transportasi sampai daerah pelosok mendorong perkembangan sarana
transportasi darat, laut, dan udara serta meningkatkan mobilitas penumpang dari
suatu daerah ke daerah bahkan daerah lain. Ancaman bahaya lalu lintas juga
makin meningkat, sehingga kebutuhan perlindungan terhadap barang muatan dan jiwa penumpang juga
meningkat. Keadaan ini mendorong perkembangan perusahaan asuransi kerugian dan
asuransi jiwa serta asuransi sosial (sosial security insurance). Pembangunan
dibidang ekonomi ditandai oleh munculnya perusahaan-perusahaan besar yang
memerlukan banyak modal melalui kredit, bangunan kanntor, tenaga kerja yang
memerlukan jaminan perlindungan dari ancaman bahaya kemacetan, kebakaran dan
kecelakaan kerja. Hal ini mendorong perkembangan asuransi kredit, asuransi
kebakaran dan asuransi tenaga kerja.
Perkembangan usaha perasuransian mengikuti perkembangan
ekonomi masyarakat. Makin tinggi pendapatan per kapita masyarakat, makin mampu
masyarakat memiliki harta kekayaan dan makin dibutuhkan pula perlindungan
keselamatannya dari ancaman bahaya. Karena pendapatan masyarakat terus
meningkat, maka kemampuan membayar premi asuransi juga meningkat. Dengan
demikian usaha perasuransian juga berkembang. Kini banyak sekali jenis asuransi
yang berkembang dalam masyarakat yang meliputi asuransi kerugian, asuransi
jiwa, dan asuransi sosial yang diatur dalam berbagai undang-undang. Khusus
mengenai asuransi sosial bukan didasarkan pada perjanjian.
Perasuransian adalah istilah hukum (legal term) yang
dipakai dalam perundang-undangan dan perusahaan perasuransian. Asuransi atau
pertanggungan yang merupakan terjemahan dari insurance atau verzekering atau assurantie,[1]
timbul karena kebutuhan manusia. Seperti telah dimaklumi , bahwa dalam
mwngarungi hidup dan kehidupan ini, manusia selalu dihadapkan kepada sesuatu
yang tidak pasti yang mungkin menguntungkan, tetapi mungkin pula sebaliknya.
Apabila peristiwa tersebut terjadi dan menguntungkan atau menyenangkan, akan
merupakan suatu keberuntungan yang tentu diharapkan. Akan tetapi, keadaannya
tidakselalu demikian. Dapat saja terjadi
suatu peristiwa negatif yang merugikan baik bagi dirinya, keluarganya maupun
kekayaannya. Mereka yang memiliki rumah, kemungkinan mengalami suatu peristiwa
yang tidak diinginkannya.
Asuransi merupakan istilah yang digunakan untuk merujuk
pada tindakan, sistem, atau bisnis dimana perlindungan finansial (atau ganti
rugi secara finansial) untuk jiwa, properti, kesehatan dan lain sebagainya
mendapatkan penggantian dari kejadian-kejadian yang tidak dapat diduga yang
dapat terjadi seperti kematian, kehilangan, kerusakan atau sakit, dimana
melibatkan pembayaran premi secara teratur dalam jangka waktu tertentu sebagai
ganti polis yang menjamin perlindungan tersebut.
Dalam pengertian perasuransian selalu meliputi 2 (dua)
jenis kegiatan usaha, yaitu usaha asuransi[2]
(Pasal 2 huruf (a) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992) dan perusahaan penunjang
usaha asuransi[3].
Perjanjian asuransi sebagai lembaga pengalihan dan
pembagian risiko[4]
mempunyai kegunaan yang positif baik bagi masyarakat, perusahaan maupun bagi
pembangunan Negara. Mereka yang menutup perjanjian asuransi akan merasa
tenteram sebab mendapat perlindungan dari kemungkinan tertimpa suatu kerugian.
Suatu perusahaan yang mengalihkan risikonya melalui perjanjian asuransi akan
dapat meningkatkan usahanya dan berani menggalang tujuan yang lebih besar.
Demikian pula premi-premi yang terkumpul dalam suatu perusahaan asuransi dapat
diusahakan dan digunakan sebagai dana untuk usaha pembangunan.
Asuransi pada awalnya adalah suatu kelompok yang bertujuan
membentuk arisan untuk meringankan beban keuangan individu dan menghindari
kesulitan pembiayaan. Secara umum konsep asuransi merupakan persiapan yang
dibuat oleh sekelompok orang yang masing-masing menghadapi kerugian kecil
sebagai suatu yang tidak dapat diduga. Apabila kerugian itu menimpa salah
seorang dari mereka yang menjadi anggota perkumpulan itu, maka kerugian akan
ditanggung bersama oleh mereka.
Sebagaimana kita ketahui bahwa ada beberapa jenis asuransi,
yaitu asuransi jiwa, asuransi kerugian dan asuransi sosial. Dalam makalah ini
kami hanya membahas mengenai asuransi sosial dan asuransi kredit.
Di Indonesia, asuransi sosial merupakan salah satu dari
beberapa jenis asuransi yang umumnya relatif masih baru dibandingkan dengan
jenis asuransi lainnya. Hal ini disebabkan timbulnya asuransi sosial berbeda
latar belakangnya dengan asuransi yang lain. Asuransi sosial timbul karena
suatu kebutuhan masyarakat akan terselenggarakannya suatu jaminan sosial (sosial
security). Jadi karena adanya suatu kebutuhan masyarakat berhubung keadaan dan
perkembangannya, dimana suatu jaminan sosial itu sudah merupakan suatu hal yang
demikian mendesak dan tidak dapat ditunda. Asuransi sosial ialah alat untuk
menghimpun risiko dengan memindahkannya kepada organisasi yang biasanya adalah
organisasi pemerintah, yang diharuskan oleh undang-undang untuk memberikan
manfaat keuangan atau pelayanan kepada atau atas nama orang-orang yang
diasuransikan itu pada waktu terjadinya kerugian tertentu yang telah ditetapkan
sebelumnya. Asuransi sosial, atau secara umum disebut SJSN (sistem jaminan
sosial nasional) adalah program asuransi yang diselenggarakan secara wajib
berdasarkan suatu undang-undang, dengan tujuan untuk memberikan perlindungan
dasar bagi kesejahteraan masyarakat.
Di Indonesia perusahaan yang mendapat tugas
menyelenggarakan asuransi sosial sampai pada saat ini adalah :
1.
Perum Asabri
untuk Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan pegawai sipil Hankam lainnya,
dikelola oleh Perum Asuransi Sosial ABRI.
2.
Perum
Astek, dikelola oleh PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
3.
Asuransi
Kecelakaan, dikelola oleh PT AK Jasa Raharja (Persero)
4.
Askes (Badan
Penyelenggara Dana Kesehatan Pusat)
5.
Asuransi Pegawai Negeri, dikelola oleh PT Tabungan
dan Asuransi Pegawai Negeri.
Asuransi sosial mempunyai cirri-ciri khusus, yaitu :
1.
Penanggung
(biasanya suatu organisasi dibawah wewenang pemerintah)
2.
Tertanggung
(biasanya masyarakat luar anggota/golongan masyarakat tertentu)
3.
Risiko
(suatu kerugian yang sudah diatur dan ditentukan lebih dahulu)
4.
Wajib
(berdasarkan suatu ketentuan undang-undang atau peraturan lain)
Dalam pengertian yang
luas, asuransi sosial dimaksudkan untuk menutup risiko-risiko sosial, yaitu
semua jenis risiko yang terdapat dalam masyarakat, misalnya kehilangan
penghasilan disebabkan usia tua, pengangguran, kematian atau karena kehilangan
kemampuan untuk bekerja.
Sedangkan asuransi kredit
merupakan bagian dari asuransi varia. Asuransi kredit yaitu proteksi yang
diberikan oleh asuransi kepada bank umum/lembaga pembiayaan keuangan atas
risiko kegagalan debitur di dalam melunasi fasilitas kredit atau pinjaman tunai
(cash loan) seperti kredit modal kerja, kredit perdagangan, dan lain-lain yang
diberikan oleh bank umum/lembaga pembiayaan keuangan.
B.
RUMUSAN MASALAH
Permasalahan yang menjadi pokok pembahasan dalam makalah
ini, yaitu:
1.
Menjelaskan tentang tabungan asuransi sosial pegawai
negeri sipil (TASPEN) dan asuransi sosial tenaga kerja (Astek).
2.
Menjelaskan hal-hal penting dalam asuransi kredit dan
asuransi kredit perdagangan.
C.
TUJUAN
Tujuan penulisan makalah ini, yaitu :
1.
Untuk mengetahui tabungan asuransi sosial pegawai
negeri sipil (TASPEN) dan asuransi sosial tenaga kerja (ASTEK).
2.
Untuk mengetahui hal-hal penting dalam asuransi
kredit dan asuransi kredit perdagangan.
D.
MANFAAT
Manfaat dari makalah ini, yaitu :
1.
Kita dapat mengetahui tabungan asuransi sosial
pegawai negeri sipil (TASPEN) dan asuransi sosial tenaga kerja (Astek).
2.
Kita dapat mengetahui hal-hal penting dalam asuransi
kredit dan asuransi kredit perdagangan.
BAB II
TABUNGAN ASURANSI SOSIAL
PEGAWAI NEGERI SIPIL DAN ASURANSI SOSIAL TENAGA KERJA
A.
ASURANSI SOSIAL PEGAWAI
NEGERI SIPIL (ASPENS)
Pegawai Negeri adalah
mereka yang setelah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan yang berlaku, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi
tugas dalam sesuatu jabatan Negeri atau diserahi tugas Negara lainnya yang
ditetapkan berdasarkan sesuatu peraturan perundang-undangan dan digaji menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pegawai Negeri Sipil
sebagai aparatur Negara, abdi Negara dan abdi masyarakat mempunyai potensi yang
dapat menentukan kelancaran pelaksanaan pembangunan nasional sehingga perlu
dibina dan dikembangkan tingkat kesejahteraannya. Dalam pelaksanaan pemberian
kesejahteraan kepada Pegawai Negeri Sipil yang telah ada sekarang ini dipandang
perlu untuk lebih ditingkatkan lagi baik dalam macam atau besarnya sarana
kesejahteraan maupun dalam tatacara penyelenggaraannya. Sistem yang akan
diterapkan dalam penyelenggaraannya pemberian kesejahteraan ini adalah asuransi
sosial pegawai negeri sipil di mana sebagai Badan Penyelenggaranya adalah PT.
Taspen (Persero), yaitu suatu badan usaha milik negara (BUMN) yang ditugaskan
oleh pemerintah untuk menyelenggarakan asuransi sosial pegawai negeri sipil,
yaitu suatu asuransi yang memberikan jaminan keuangan bagi peserta[5]
yang diterima pada saat yang bersangkutan berhenti karena pensiun. Selain dari
itu sebagai tambahan diberikan juga jaminan asuransi kematian bagi peserta dan
keluarganya.
Asuransi sosial pegawai
negeri sipil atau sering juga disebut dana tabungan dan asuransi pegawai negeri
sipil adalah suatu asuransi semacam asuransi dwiguna yang memberikan jaminan
pada saat seseorang itu pensiun maupun membayarkan haknya kepada ahli warisnya
bilamana peserta itu meninggal dunia. Kemudian ditambah juga pada program
taspen ialah asuransi kematian yang tidak lain adalah sekadar sumbangan
kematian yang dapat dipakai untuk uang kubur, bilamana peserta itu sendiri
meninggal dunia, istri maupun anak-anaknya. Asuransi kematian ini berlaku
seumur hidup, sehingga bilaman peserta yang pensiun dan meninggal dunia, maka
ia masih mempunyai hak asuransi kematian dirinyasendiri, istri, sampai
anak-anaknya sampai mereka berusia 21 tahun. Asuransi yang diselenggarakan
taspen ini mempunyai cirri khas, bahwa premi hanya dibayarkan pada saat orang
itu aktif, biasanya bila seseorang sudah pensiun, maka ia tidak akan dipungut
premi lagi, sehingga bilamana meninggal dunia sebagai penerima pensiun maka
kepada dirinya masih bias dibayarkan asuransi kematian.
Dalam Pasal 2 ayat (2) PERATURAN
PEMERINTAH Nomor 25 tahun 1981, menyebutkan bahwa semua pegawai negeri sipil,
kecuali pegawai negeri sipil dilingkungan Departemen Pertahanan Keamanan,
adalah peserta dari Asuransi Sosial. Pasal 3 menyebutkan bahwa pegawai lain
termasuk pegawai badan usaha milik Negara dapat ditetapkan sebagai peserta
Taspen dengan peraturan pemerintah sendiri.
1.
Dasar Pengaturan
Asuransi
sosial pegawai negeri sipil (Aspens) diatur dalam Peratutan Pemerintah Nomor 25
Tahun 1981 tentang Aspens. Lembaran Negara Nomor 37 Tahun 1981 yang mulai
berlaku 30 Juli 1981. Peraturan pemerintah ini merupakan salah satu peraturan
pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai
dan Pensiun Janda/Duda Pegawai, Lembaran
Negara Nomor 42 Tahun 1969 mulai berlaku sejak tanggal diundangkan dan berlaku
surut sejak 1 Novemner 1966. Peraturan pemerintah ini merupakan dasar
berlakunya asuransi sosial pegawai negeri sipil (Aspens). Peraturan pemerintah
ini secara teknis dilaksanakan dengan Kepmenkeu Nomor 45/KMK.013/1992 tentang
Besarnya Tunjangan Hari Tua dan Asuransi Kematian Pegawai Negeri Sipil.
Asuransi
sosial pegawai negeri sipil (Aspens) termasuk jenis asuransi wajib (compulsory
insurance). Disebut asuransi wajib karena :
1.
Berlakunya asuransi pegawai negeri sipil (Aspens)
diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan, bukan berdasarkan perjanjian.
2.
Pihak penyelenggara asuransi pegawai negeri sipil
(Aspens) adalah pemerintah yang didelegasikan kepada Badan Usaha Milik Negara (Pasal
14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992).
3.
Asuransi pegawai negeri sipil (Aspens) bermotif
perlindungan masyarakat (sosial security) yang dananya dihimpun dari masyarakat
pegawai negeri sipil yang diancam risiko pensiun dan hari tua.
4.
Dana yang sudah terkumpul dari masyarakat Pegawai
Negeri Sipil, tetapi belm digunakan sebagai dana pensiun dan hari tua,
dimanfaatkan untuk kesejahteraan Pegawai Negeri Sipil melalui program
investasi.
2. Pihak-Pihak dalam Asuransi Sosial Pegawai Negeri
Sipil (Aspens)
Dalam
Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1981 ditentukan bahwa
peserta wajib membayar iuran setiap bulan sebesar 8% dari penghasilan sebulan
tanpa tunjangan pangan. Peserta yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah setiap
pegawai negeri sipil. Selanjutnya Pasal 13 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor
25 Tahun 1981 menentukan bahwa untuk menyelenggarakan asuransi sosial ini
didirikan suatu Badan Usaha Milik Negara yang berbentuk perusahaan perseroan
(persero) sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1969.
Berdasarkan
ketentuan Pasal-Pasal tersebut, dapat dipahami bahwa hubungan hukum yang
terjadi antara peserta dan Badan Penyelenggara dalam asuransi sosial pegawai
negeri sipil ditentukan oleh perundang-undangan, bukan karena diperjanjikan.
Dalam hukum asuransi, pihak yang membayar premi disebut tertanggung, sedangkan
penerima premi disebut penanggung. Dalam asuransi sosial pegawai negeri sipil
peserta adalah pihak yang membayar iuran kepada Badan Penyelenggara, yang
berposisi sebagai tertanggung. Sedangkan Badan Penyelenggara adalah pihak yang
menerima iuran dari peserta, yang berposisi sebagai penanggung. Penanggung ini
adalah pemerintah yang didelegasikan kepada Badan Usaha Milik Negara yang
berbentuk perusahaan perseroan (persero).
3. Premi Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil (Aspens)
Dalam
hukum asuransi, premi adalah sejumlah uang yang dibayar tertanggung kepada
penanggung sebagai imbalan risiko yang ditanggungnya. Dalam Pasal 246 KUHD
tersimpul bahwa premi merupakan kewajiban tertanggung untuk membayarnya kepada
penanggung sebagai kontraprestasi dang anti kerugian yang akan penanggung
berikan padanya.demikian pula dalam Pasal 256, butir 7 KUHD, polis harus memuat
premi asuransi yang bersangkutan. Sehubungan dengan hal tersebut, premi
merupakan syarat esensial dalam perjanjian asuransi.
Dalam
asuransi sosial pegawai negeri sipil (Aspens), yang berstatus sebagai
tertanggung adalah peserta, yaitu semua pegawai negeri sipil. Menurut ketentuan
Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1981, peserta wajib
membayar iuran setiap bulan sebesar 8% (delapan persen) dari penghasilan
sebulan tanpa tunjangan pangan. Jumlah premi yang wajib dibayar oleh pegawai
negeri sipil setiap bulannya adalah 8% (delapan persen) dari penghasilan setiap
bulan. Iuran sejumlah tersebut peruntukannya ditentukan 4,75% (empat koma tujuh
puluh lima persen) unntuk pensiun, dan 3,25% (tiga koma dua puluh lima persen)
untuk tabungan hari tua. Kewajiban membayar iuran tersebut dimulai pada bulan
peserta menerima penghasilan dan berakhir pada akhir bulan yang bersangkutan
berhenti sebagai peserta[6].
Dalam
peraturan penggajian pegawai negeri sipil ditentukan bahwa iuran pensiun,
tabungan hari tua dan pemeliharaan kesehatan langsung dipotong dari gaji
pegawai negeri sipil yang bersangkutan setiap bulannya. Pegawai negeri sipil
sebagai peserta asuransi sosial pegawai negeri sipil (Aspens) tidak perlu
membayar sendiri secara langsung iuran asuransi sosial pegawai negeri sipil
(Aspens) mereka, karena iuran tersebut sudah dipotong langsung oleh petugas
kantor Perbendaharaan dan Kas Negara. Dengan demikian tidak ada kemungkinan
pegawai negeri sipil sebagai peserta asuransi sosial pegawai negeri sipil
(Aspens) tidak membayar iuran asuransi sosial pegawai negeri sipil (Aspens).
4. Evenemen Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil
(Aspens)
Dalam
hukum asuransi, evenemen adalah peristiwa tidak pasti yang menjadi beban
penanggung. Dalam asuransi sosial pegawai negeri sipil (Aspens) yang dimaksud
peristiwa tidak pasti adalah peristiwa berhenti dari pegawai negeri sipil yang
dialami oleh peserta asuransi sosial pegawai negeri sipil (Aspens) karena pensiun,
meninggal dunia, atau sebab lain yang mengancam kesejahteraan mereka. Apabila
peristiwa itu terjadi, mengakibatkan berkurang atau hilangnya penghasilan
pegawainegeri sipil yang bersangkutan. Risiko atau peristiwa inilah yang
menjadi beban penyelenggara sebagai penanggung. Berkurang atau karena hilangnya
penghasilan karena pensiun, meninggal dunia, atau sebab lainnya menjadi beban
yang wajib dibayar oleh Badan Penyelenggara.
Untuk
membatasi timbulnya akibat dari peristiwa tersebut, undang-unndang mewajibkan
pegawai negeri sipil menjadi peserta asuransi sosial pegawai negeri sipil
(Aspens) dengan membayar langsung dari gaji yang dipotong setiap bulan. Badan
yang ditugasi oleh pemerintah sebagai penyelenggara asuransi sosial pegawai
negeri sipil (Aspens) adalah BadanUsaha
Milik Negara, yaitu PT Taspen (Persero). Badan inilah yang menerima iuran dari
pegawai negeri sipil sebagai peserta asuransi sosial pegawai negeri sipil
(Aspens) dan membayarkannya kepada pegawai negeri sipil yang berhenti karena pensiun,
meneinggal dunia, atau sebab lain.
Dalam
asuransi sosial pegawai negeri sipil (Aspens), risiko mulai menjadi beban
penanggung sejak tanggal pengangkatan mereka menjadi calaon pegawai negeri
sipil atau pegawai negeri sipil, menjadi peserta sejak pengangkatannya itu.[7]
Kedudukan sebagai peserta asuransi sosial pegawai negeri sipil (Aspens)
berakhir sejak :
1.
Peserta meninggal dunia.
2.
Peserta tidak lagi menjadi peserta karena
alasan-alasan lain berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Alasan lain itu adalah berhenti tanpa pensiun, yaitu berhentidengan hormat atau
tidak dengan hormat.
5. Pembayaran Pensiun dan Tabungan Hari Tua
Pensiun
adalah penghasilan yang diterima oleh pensiun setiap bulan berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tabungan haru tua adalah suatu
program asuransi sosial pegawai negeri sipil (Aspens), terdiri dari asuransi
dwiguna yang dikaitkan dengan usia pensiun ditambah dengan asuransi kematian.
Setiap peserta yang berhenti dari pegawai negeri sipil karena hak pensiun,
meninggal dunia atau sebab lain, akan memperoleh hak atas pembayaran pensiun
dan hak atas hari tua.[8]
Hak
atas pembayaran pensiun diberikan berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Menurut ketentuan Pasal 10 ayat (3) Peraturan
Pemerintah Nomor 25 Tahun1981, kepada peserta yang berhenti tanpa hak pensiun,
baik yang berhenti dengan hormat maupun dengan hormat, dibayarkan kembali nilai
tunai asuransi sosial pegawai negeri sipil (Aspens)-nya. Dalam Pasal 2 Kepmenkeu
Nomor 45/KMK.013/1992 ditentukan bahwa hak-hak peserta adalah :
a.
Tabungan hari tua, diberikan dalam hal peserta
berhenti karena pensiun, meninggal dunia pada masa aktif, atau sebab lain.
b.
Asuransi kematian, diberikan dalam hal peserta,
istri/suami atau anak peserta meninggal dunia.
Berdasarkan
ketentuan-ketentuan tersebut, dapat diketahui bahwa ada empat jenis hak yang
diperoeh peserta asuransi sosial pegawai negeri sipil (Aspens) akibat peristiwa
berhenti dari pegawai negeri sipil, yaitu :
a.
Hak atas pembayaran pensiun karena pensiun, besarnya
dan cara pembayarannya menurut ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pensiun.
b.
Hak atas pembayaran santunan asuransikematian karena
meninggal dunia pada masa aktif peserta, suami/istri peserta, anak peserta.
c.
Hak atas pembayaran hari tua karena pensiun,
meninggal dunia pada masa aktif, atau karena sebab lain.
d.
Hak atas pembayaran kembali nilai tunai iuran
asuransi sosial pegawai negeri sipil (Aspens)-nya karena berhenti dengan hormat
atau tidak dengan hormat.
B.
ASURANSI SOSIAL TENAGA
KERJA (ASTEK)
Dengan semakin meningkaknya peranan tenaga kerja dalam perkembangan
pembangunan nasional di seluruh tanah air dan semakin meningkatnya penggunaan
teknologi di berbagai sektor kegiatan usaha dapat mengakibatkan seinakin tinggi
resiko yang mengancam keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan tenaga kerja,
sehingga perlu upaya peningkatan perlindungan tenaga kerja. Untuk itulah
pemerintah menye1enggarakan Asuransi Sosial Tenaga Kerja (Astek) agar
tercapainya kesejahteraan.
Tenaga kerja adalah setiap orang
laki-laki atau wanita yang sedang dalam dan/atau akan melakukan pekerjaan, baik
di dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan barang atau jasa untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat. Keselamatan kerja menunjuk kepada kondisi-kondisi fisiologis-fisikal dan
pisiologis tenaga kerja yang diakibatkan oleh lingkungan kerja yang disediakan
oleh perusahaan. Jika sebuah perusahaan melaksanakan tindakan-tindakan keselamatan yang
efektif, maka tidak akan ada lagi kecelakaan dalam pekerja hal ini akan lebih
mempercepat kesejahtraan karyawan yang nantinya juga berimbas pada hasil –
hasil produksi perusahaan ini.
Program ini dilaksanakan
berdasarkan pengalaman banyaknya korban yang terjadi akibat kecelakaan kerja
yang mengakibatkan kerugian baik jasmani maupun rohani. Karena itu, pemerintah
membuat satu jaminan sosial bagi pekerja yang dapat kecelakaan pada waktu
melakukan pekerjaan di suatu perusahaan. Jaminan sosial ini bertujuan memberikan perlindungan terhadap risiko sosial
ekonomi yang menimpa pekerja.
1. Pengaturan Asuransi Sosial Tenaga Kerja (Astek)
Asuransi
sosial tenaga kerja (Astek) diatur dalam
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Lembaran
Negara Nomor 14 Tahun 1992 yang mulai berlaku 17 Februari 1992. Undang-Undang ini
dilaksanakan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 tentang
Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja mulai berlaku 27 Februari
1993. Secara teknis peraturan pemerintah ini dilaksanakan dengan Peraturan
Menteri Tenaga Kerja Nomor 05 Tahun 1993 tentang Petunjuk Teknis Pendaftaran
Kepesertaan, Pembayaran Iuran, Pembayaran Santunan, dan Pelayanan Jaminan
Sosial Tenaga Kerja, mulai berlaku 27 Februari 1993.
Asuransi
sosial tenaga kerja (Astek) termasuk jenis asuransi wajib (compulsory insurance). Dikatakan asuransi wajib karena :
-
Berlakunya Asuransi sosial tenaga kerja (Astek)
diwajibkan oleh Undang-Undang, bukan berdasarkan perjanjian.
-
Pihak penyelenggara Asuransi sosial tenaga kerja
(Astek) adalah pemerintah yang didelegasikan kepada BUMN.[9]
-
Asuransi sosial tenaga kerja (Astek) bermotif
perlindungan masyarakat (sosial security), yang dananya dihimpun dari
masyarakat tenaga kerja dan digunakan untuk kepentingan masyarakat tenaga kerja
yang diancam bahaya kecelakaan kerja.
-
Dana yang sudah terkumpul dari masyarakat tenaga
kerja, tetapi belum digunakan sebagai dana kecelakaan kerja dimanfaatkan untuk
kesejahteraan tenaga kerja melalui program investasi.
2. Pihak-pihak dalam Asuransi Sosial Tenaga Kerja
(Astek)
Menurut
ketentuan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992, pengusaha dan tenaga kerja wajib
ikut serta dalam program jaminan sosial tenaga kerja. Berdasarkan ketentuan
ini, pihak yang menjadi peserta ada 2 golongan, yaitu pengusaha dan tenaga
kerja. Termasuk golongan pengusaha adalah orang, persekutuan atau badan hukum
yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri, atau yang secara berdiri
sendiri menjalankan peerusahaan bukan miliknya, atau yang berada di Indonesia
mewakili perusahaan yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia. Termasuk
golongan tenaga kerja adalah orang yang mampu melakukan pekerjaan, baik di
dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan jasa atau barang untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat.
Pengusaha
wajib membayar iuran dan melakukan pemungutan iuran yang menjadi kewajiban
tenaga kerja melalui pemotongan upah tenaga kerja serta membayarkan kepada Badan
Penyelenggara dalam waktu yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.[10]
Menurut ketentuan pasal 10 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993,
penyetoran iuran oleh pengusaha kepada Badan Penyelenggara dilakukan setiap
bulan dan di setor lunas paling lambat 15 bulan berikutnya dari bulan iuran
yang bersangkutan. Dalam hukum asuransi, iuran yang dibayar oleh pengusaha
tersebut disebut premi. Pengusaha yang membayar premi tersebut berstatus
sebagai tertanggung. Tenaga kerja yang iurannya dibayarkan oleh pengusaha
sebagai tertanggung berstatus sebagai pihak ketiga yang berkepentingan. Jadi, dalam
asuransi sosial tenaga kerja (Astek) ada tertanggung yang disebut pengusaha dan
ada phak ketiga yang berkepentingan yang disebut tenaga kerja.
Penyelenggaraan
program jaminan tenaga kerja dilakukan oleh Badan Penyelenggara. BUMN
mengutamakan pelayanan kepada peserta dalam rangka meningkatkan perlindungan
dan kesejahteraan tenaga kerja beserta keluarganya.[11]
Badan Penyelenggara wajib membayar jaminan sosial tenaga kerja dalam waktu
tidak lebih dari 1 bulan,setelah dipenuhi syarat-syarat teknis dan administratif
oleh pengusaha dan/atau tenaga kerja.
Menurut
ketentuan pasal 52 PERATURAN PEMERINTAH Nomor 14 Tahun 1993, sebelum
ditetapkannya peraturan pemerintah yang melaksanakan ketentuan pasal 25 ayat
(2) Undang-Undang Nomor 3 Thaun 1992 tentang Jamsostek, maka program jamsostek
sebagaimana dimaksud dalam peraturan pemerintah ini, diselenggarakan oleh
perusahaan perseroan asuransi sosial tenaga kerja. Atas dasar ini, dapat
diketahui bahwa Badan Penyelenggara yang dimaksud adalah PT Asuransi Sosial
Tenaga Kerja (Persero).
Berdasarkan
ketentuan-ketentuan yang telah diuraikan di atas, hubungan hukum yang terjadi
antara penguasaha sebagai tertanggung di satu pihak dan Badan Penyelenggara
sebagai penanggung di lain pihak, timbul karena ketentuan undang-undang yang
bersifat wajib, bukan karena perjanjian antara kedua belah pihak. Dalam
hubungan hukum asuransi ini, pihak ketiga yang berkepentingan adalah tenaga
kerja. Badan Penyelenggara sebagai penanggung adalah pemerintah, yang
didelegasikan kepada Badan Usaha Milik Negara, yaitu PT Asuransi Sosial Tenaga
Kerja (Persero).
Hubungan
hukum asuransi ini bertujuan untuk memberikan perlindungan dan meningkatkan
kesejahteraan tenaga kerja. Oleh karena itu, hubungan hukum asuransi ini
digolongkan sebagai asuransi sosial yang bersifat wajib, yang dalam
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 disebut Jaminan Sosial Tenaga Kerja
(Jamsostek). Dalam hukum asuransi disebut Asuransi Sosial Tenaga Kerja (Astek).
3. Premi Asuransi Sosial Tenaga Kerja (Astek)
Menurut
ketentuan pasal 20 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992, iuran jaminan kecelakaan
kerja iuran jaminan kematian, dan iuran jaminan pemeliharaan kesehatan
ditanggung oleh pengusaha. Akan tetapi iuran jaminan hari tua ditanggung oleh
pengusaha dan tenaga kerja. Menurut pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun
1993, besarnya iuran jaminan hari tua 5,7% (lima koma tujuh persen) dari upah
bulanan, 3,7% (tiga koma tujuh persen) ditanggung oleh pengusaha dan 2% (dua
persen) ditanggung oleh tenaga kerja. Semua iuran ini disetorkan oleh pengusaha
kepada Badan Penyelenggara.
Atas
dasar ketentuan tersebut, dapat dipahami bahwa premi dalam Asuransi Sosial
Tenaga Kerja (Astek) adalah setiap iuran Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja
(Jamsostek) yang disetor oleh pengusaha kepada badan penyelenggara. Iuran
tersebut meliputi iuran :
-
Progran jaminan kecelakaan kerja
-
Progran jaminan kematian
-
Progran jaminan hari tua
-
Progran jaminan pemeliharan kesehatan
Pasal
9 Peraturran Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993 menentukan sebagai berikut :
-
Jaminan kecelakaan kerja, besarnya iuran didasarkan
pada kelompok jenis usaha dalam lampiran I peraturan pemerintah ini:
Kelompok I :
0,24% dari upah sebulan;
Kelompok II :
0,54% dari upah sebulan;
Kelompok III :
0,89% dari upah sebulan;
Kelompok IV :
1,27% dari upah sebulan;
Kelompok V :
1,74% dari upah sebulan.
-
Jaminan hari tua, sebesar 5,70% dari upah sebulan;
-
Jaminan kematian, sebesar 0,30% dari upah sebulan;
-
Jaminan pemeliharaan kesehatan, sebesar 6% dari upah
sebulan bagi tenaga kerja yang belum berkrluarga, dengan ketentuan dasar
perhitungan iuran tersebut setinggi-tingginya Rp. 1.000.000,00 (satu juta
rupiah).
Berdasarkan
ketentuan pasal 10 Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993, penyetoran iuran
oleh pengusaha kepada badan penyelenggara dilakukan setiap bulan dan di setor
lunas paling lambat tanggal 15 bulan berikutrnya dari bulan iuran yang
bersangkutan. Iuran jaminan hari tua ditanggung diperhitungkan langsung dari
upah bulanan tenaga kerja yang bersangkutan dan penyetorannya kepada badan
penyelenggara dilakukan oleh pengusaha. Keterlambatan penyetoran iuran
dikenakakan denda sebesar 2% untuk setiap bulan keterlambatan yang dihitung
dari iuran yang seharusnya dibayar, dan ditanggung sepenuhnya oleh pengusaha.
Pembayaran denda tersebut dilakukan sekaligus bersama-sama dengan penyetoran
iuran bulan berikutnya.
4. Evenemen Asuransi Sosial Tenaga Kerja (Astek)
Dalam
Asuransi Sosial Tenaga Kerja (Astek) yang dimaksud dengan peristiwa yang tidak
pasti adalah peristiwa atau keadaan yang
dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, kematian, sakit,
hamil, bersalin, hari tua, yang mengancam keselamatan, kesehatan dan
kesejahteraan tenaga kerja sebagai pihak ketiga yang berkepentingan. Apabila
peristiwa atau keadaan itu benar-benar terjadi atau timbul, akan mengakibatkan
hilang atau berkurangnya penghasilan dan pelayanan tenaga kerja yang
bersangkutan. Peristiwa atau keadaan inilah yang menjadi beban jaminan Badan
Penyelenggara sebagai penanggung.
Untuk
mengatasi kemungkinan timbulnya akibat dari peristiwa atau keadaan tersebut,
undang-undang mewajibkan pengusaha sebagai tertanggung mengikuti Program
Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) kepada badan peneyelenggara sebagai
penanggung, sesuai dengan mekanisme asuransi. Jika pengusaha tidak membayar
iuran Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), diancam oleh Pasal 29
ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 dengan hukuman kurungan
selama-lamanya 6 bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 50.000.000,00.
Pasala
6 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 menetapkan 4 Program Jaminan Sosial Tenaga
Kerja (Jamsostek) yang diselenggarakan, yaitu:
-
Jaminan Kecelakaan Kerja;
-
Jaminan Kematian;
-
Jaminan Hari Tua; dan
-
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan.
Jika
peristiwa atau yang dijamin itu benar-benar terjadi, sehingga mengakibatkan
hilang atau berkurangnya penghasilan atau pelayanan tenaga kerja yang
bersangkutan, Badan Penyelenggara sebagai penanggung membayar santunan berupa
uang kepada pengusaha sebagai tertanggung,karena pengusaha telah membayar lebih
dahulu santunan itu kepada tenaga kerja yang bersangkutan. Menurut ketentuan
Pasal 26 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992, Badan Penyelenggara wajib membayar
santunan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) dalam waktu tidak lebih dari 1
bulan setelah dipenuhi syarat-syarat teknis dan administratif oleh pengusaha
dan atau tenaga kerja.
5. Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja
(Jamsostek)
Pengusaha
yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak 10 orang atau lebih atau membayar upah
paling sedikit Rp. 1.000.000,00 sebulan, wajib mengikutsertakan tenaga kerjanya
dalam Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek). Program Jaminan Sosial
Tenaga Kerja (Jamsostek) yang diikuti terdiri :
-
Jaminan berupa uang yang meliputi; jaminan kecelakaan
kerja, jaminan kematian, dan jaminan hari tua.
-
Jaminan yang berupa pelayanan berupa; jaminan
pemeliharaan kesehatan.
Perusahaan
yang belum ikut serta dalam Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek)
wajib memberikan jaminan kecelakaan kerja kepada tenaga kerjanya sesuai dengan
Peraturan Pemerintah ini.[12]
Pengusaha
wajib mendaftarkan perusahaan dan tenaga kerjanya sebagai peserta Program Jaminan
Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) pada Badan Penyelenggara dengan mengisi
formulir yang telah disediakan. Pengusaha harus menyampaikan formulir yang
sudah diisi tersebut kepada Badan Penyelenggara selambat-lambatnya 30 hari
sejak diterimanya formulir dari Badan Penyelenggara[13].
Alam waktu selambat-lambatnya tujuh hari sejak formulir pendaftaran dan
pembayaran iuran pertama diterima, Badan Penyelenggara menerbitkan dan
menyampaikan kepada pengusaha:
-
Sertifikat peserta untuk masing-masing perusahaan.
-
Kartu peserta masing-masing tenaga kerja Program
Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek).
-
Kartu peserta pemeliharaan kesehatan program
jampemkes.[14]
Pengusaha
meenyampaikan kepada masing-masing tenaga kerja kartu peserta Program Jaminan
Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) dalam waktu paling lambat 7 hari sejak diterima
dari Badan Penyelenggara.[15]
Kepesertaan perusahaan dan tenaga kerja dalam Program Jaminan Sosial Tenaga
Kerja (Jamsostek) berlaku sejak pendaftaran dan pembayaran iuran pertama
dilakukan oleh pengusaha sampai berakhirnya masa kepesertaan tenaga kerja yang
bersangkutan dalam Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek).[16]
6. Penggantian Biaya dan Pembayaran Santunan
a.
Jaminan Kecelakaan Kerja
Tenaga kerja yang tertimpa
kecelakaan kerja berhak atas Jaminan Kecelakaan Tenaga Kerja berupa penggantian
biaya yang meliputi :
-
Biaya pengangkutan ke rumah sakit dan/atau
kerumahnya, termasuk biaya pertolongan pertama pada kecelakaan.
-
Biaya pemeriksaan, pengobatan dan/atau perawatan
selama di rumah sakit, termasuk rawat jalan.
-
Biaya rehabilitasi berupa alat bantu (orthese) dan
atau alat ganti (prothese) bagi tenaga kerja yang anggota badannya hilang atau
tidak berfungsi akibat kecelakaan kerja.[17]
Disamping itu, diberikan juga santunan berupa uang
meliputi :
-
Santunan sementara tidak mampu bekerja.
-
Santunan cacat sebagian untuk selama-lamanya.
-
Santunan catat total untuk selama-lamanya, baik fisik
maupun mental.
-
Santunan kematian
Biaya pengangkutan ke
rumah sakit dan/atau kerumahnya, dan biaya pemeriksaan, pengobatan dan/atau
perawatan selama dirumah sakit dibayar lebih dahulu oleh pengusaha.[18]
Pengusaha wajib melaporkan
setiap kecelakaan kerja yang menimpa tenaga kerjanya kepada kantor depnaker dan
badan penyelenggara setempat atau terdekat sebagai laporan kecelakaan kerja
tahap I dalam waktu tidak lebih dari 2 x 24 jam terhitung sejak terjadi
kecelakaan. Setelah itu , di susul lagi denagan laporan kecelakaan kerja tahap II dalam waktu tidak lebih dari 2 x 24
jam setelah ada surat keterangan dokter pemeriksa atau dokter penasehat yang
menyatakan bahwa tenaga kerja berikut :
-
Sementara tidak mampu bekerja telah berakhir ;
-
Cacat sebagian untuk selama-lamanya ;
-
Cacat total untuk selama-lamanya , baik fisik maupun
mental ;
-
Meninggal dunia;[19]
Laporan tahap II sekaligus
merupakan pengajuan pembayaran jaminan kecelakaan kerja kepada badan
penyelenggara dengan melampirkan :
-
Fotocopi kartu peserta
-
Surat keterangan dokter pemeriksa atau dokter
penasihat yang menerangkan tingkat kecacatan yang di derita tenaga kerja ;
-
Kuintansi biaya pengobatan dan pengankutan ;
-
Dokumen pendukung lain yang di perlukan oleh badan
penyelenggara;
Berdasarkan surat
keterangan dokter pemeriksa dan atau dokter penasehat , badan penyelenggara menetapkan
dan membayar semua biaya dan santunan paling lama 1 (satu) bulan sejak di
terima pengajuan pembayaran jaminan. Pengantian biaya – biaya di bayarkan
kepada pengusaha , sedangkan santunan langsung di bayarkan kepada tenaga kerja
yang bersangkutan. Dalam hal tenaga kerja meninggalkan dunia ,santunan kematian
di bayarkan kepada ahli waris yang berhak berdasarkan urutan : janda /duda sah
, atau anak-anak sah, atau orang tua sah.[20]
b.
Jaminan Kematian
Pihak yang berhak
mengajukan permohonan pembayaran jaminan kematian kepada badan penyelenggara
perlu menyertakan bukti – bukti , yaitu kartu peserta dan surat keterangan
kematian. Berdasarkan pengajuan pembayaran jaminan tersebut, badan
penyelenggara membayarkan santunan kematian dan biaya pemakaman kepada yang berhak
( pasal 23 peraturan pemerintah nomor 14 tahun 1993).
Jaminan kematian di
bayarkan sekaligus kepada janda/ duda , atau anak sah , yang meliputi :
-
Santunan kematian sebesar Rp. 1.000.000 ( satu juta
rupiah )
-
Biaya pemakaman sebesar Rp. 200.000,00 ( dua ratus
ribu rupiah)
Jika janda atau duda atau anak tidak ada , jaminan kematian
di bayar sekaligus kepada keturunan sedarah yang ada dari tenaga kerja menurut
garis lurus ke bawah dan garis lurus ke atas di hitung sampai derajat ke dua.
Jika keturunan sedarah ini juga tidak ada, jaminan kematian di bayarkan
sekaligus kepada pihak yang di tunjuk oleh tenaga kerja dalam wasiatnya. Jika
tidak ada wasiat , biaya pemakaman di bayarkan kepada pengusaha atau pihak lain
guna pengurusan pemakaman.[21]
c.
Jaminan Hari Tua
Pembayaran jamina hari tua
di lakukan sekaligus kepada janda atau duda dalam hal :
-
Tenaga kerja yang menerima pembayaran jaminan secara
berkala meninggal dunia , sebesar sisa jaminan hari tua yang belum di bayarkan;
-
Tenaga kerja meninggal dunia;
Jika tidak ada duda atau janda , pembayaran hari tua
dilakukan kepada anak . agar dapat memperoleh pembayaran , janda atau duda atau
anak mengajukan permohonan pembayaran jaminan hari tua kepada badan
penyelenggara[22].
Tenaga kerja yang telah mencapai usia 55 (lima puluh lima) tahun, tetapi masih
bekerja , dapat memilih untuk menerima pembayaran jaminan hari tua pada saat
berusia 55 tahun atau pada saat tenaga kerja yang bersangkutan berhenti
bekerja. Tenaga kerja yang cacat total tetap untuk selama-lamanya sebelum
mencapai usia 55 (lima puluh lima) tahun berhak mengajukan pembayaran jaminan
hari tua kepada badan penyelenggara. badan penyelenggara menetapkan besarnya
jaminan hari tua paling lambat 30 hari sebelum tenaga kerja mencapai usia 55
(lima puluh lima) tahun dan memberitahukan kepada tenaga kerja yang
bersangkutan. Jika tenaga kerja berhenti bekerja sebelum mencapai usia 55 (lima
puluh lima) tahun , tetapi mempunyai masa kepesertaan sekurang-kurangnya 5
(lima) tahun dapat menerima jaminan hari tua sekaligus (pasal 29, pasal 30, dan
pasal 32 peraturan pemerintah nomor 14 tahun 1993).
Besarnya jaminan hari tua adalah keseluruhan iuran yang
telah di setor berserta hasil pengembangannya . jaminan hari tua di bayar
kepada tenaga kerja yang telah mencapai usia 55 (lima puluh lima) tahun atau
cacat total untuk selama-lamanya dan dapat di lakukan :
1.
Secara sekaligus apabila jumlah seluruh jaminan hari
tua yang harus dibayar kurang dari Rp. 3.000.000 ( tiga juta rupiah ), atau.
2.
Secara berkala apabila seluruh jaminan hari tua
mencapai Rp. 3.000.000 (tiga juta rupiah) atau lebih dan dilakukan paling lama
5 tahun.
Pembayaran jaminan hari tua secara berka;la tersebut
dilakukan berdasarkan pilihan tenaga kerja yang bersangkutan[23].
d.
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Badan penyelenggara
menyelenggarakan paket jaminan pemeliharaan kesehatan dasar yang meliputi :
Rawat jalan tiket pertama: rawat jalan tiket lanjutan: rawat inap: pemeriksaan
kehamilan dan pertolongan persalinan: penunjang diagnostic: pelayanan khusus:
dan gawat darurat. Dalam menyelenggarakan pemeliharaan kesehatan dasar, Badan
penyelenggara wajib:
1.
Memberikan kartu pemeliharaan kesehatan kepada setiap
peserta.
2.
Memberikan keterangan yang perlu diketahui peserta
mengenai paket pemeliharaan kesehatan yang diselenggarakan.[24]
Pelaksanaan pemberian pelayanan tersebut dilakukan oleh
pelaksana pelayanan kesehatan berdasarkan perjanjian tertulis dengan badan
penyelenggara. Badan penyelenggara melakukan pembayaran kepada pelaksana
pelayanan kesehatan secara praupaya dengan system kapitasi. Pembayaran
pelayanan oleh pelaksana pelayanan kesehatan dilakukan sesuai dengan kebutuhan
medis yang nyata dan standar pelayanan medis yang berlaku dengan tetap
memperhatikan mutu pelayanan.[25]
Tenaga kerja atau suami atau istri atau anak dapat memilih pelaksana pelayanan
kesehatan yang ditunjuk oleh Badan penyelenggara. Untuk memperoleh pelayanan
yang dimaksud, tenaga kerja atau suami
atau istri atau anak harus menunjukan kartu pemeliharaan kesehatan.[26]
Pelaksana pelayanan kesehatan tingkat pertama harus
memberikan pelayanan sesuai dengan standar pelayanan rawat jalan tingkat
pertama. Jika diperlukan pemeriksaan tingkat lanjutan bagi tenaga kerja atau
suami, atau istri, atau anak, pelaksana pelayanan tingkat pertama harus memberikan
surat rujukanj kepada pelaksanan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan yang
ditunjuk. Pelaksana pelayanan kesehatan tingkat pertama atau tingkat lanjutan
memberikan surat rujukan apabila tenaga kerja atau suami, atau istri, atau anak
memerlukan pelayanan penunjang diagnostic atau rawat inap.[27]
Tenaga kerja atau suami atau istri, atau anak yang
memerlukan pelayanan gawat darurat dapat langsung memperoleh pelayanan dari
pelaksana pelayanan kesehatan atau Rumah sakit yang terdekat dengan menunjukan
kartu pemeliharaan kesehatan. apabila pelayanan gawat darurat tersebut
memerlukan rawat inap di Rumah Sakit, maka dalam waktu paling lambat 7 hari terhitung
semenjak mulai dirawat warga atau pihak lain menyerahkan surat peryataan dari
perusahaan kepada Rumah sakit bahwa tenaga kerja yang bersangkutan masih
bekerja.[28]
Tenaga kerja atau istri tenaga kerja yang memerlukan
pelayanan pemeriksaan kehamilan dan atau persalinan, memperoleh pelayanan
pemeliharaan kesehatan dari Rumah Bersalin yang ditunjuk. Jika menurut pemkeriksaan
akan terjadi persalinan dengan penyulit maka tenaga kerja atau istri tenaga kerja
dapat di rujuk kerumah sakit.[29]
Tenaga kerja atau suami atau istri atau anak yang mendapat
resep obat harus mengambil obat tersebut pada apotik yang di tunjuk dengan
menunjukan kartu pemeliharaan kesehatan. Apotik yang di tunjukan tersebut harus
memberikan obat yang di perlukan harus sesuai dengan standar obat yang berlaku.
Apabila obat yang di maksud di luar standar yang berlaku , maka selisih biaya
obat tersebut tanggung sendiri oleh tenaga kerja yang bersangkutan.[30]
7. Sanksi Karena Pelanggaran
Pengusaha
yang tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana ditetapkan dalam peraturan
pemerintah ini dan telah diberikan peringatan, tetapi tetap tidak melaksanakan
kewajibannya dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin usaha.
Pengusaha yang terlambat menyetorkan iuran kepada Badan Penyelenggara dikenakan
denda sebesar 2% untuk setipa bulan keterlambatan yang dihitung dari iuran yang
seharusnya dibayar. Badan Penyelenggara yang tidak memenuhi ketentuan
pembayaran Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) dalam waktu yang telah
ditentukan dikenakan ganti rugi sebesar 1% dari jumlah jaminan sebagaimana
diatur dalam peraturan pemerintah ini untuk setiap hari keterlambatan dan
dibayarkan kepada tenaga kerja yang bersangkutan.[31]
BAB III
HAL-HAL PENTING DALAM ASURANSI KREDIT
A.
HAL-HAL PENTING DALAM
ASURANSI KREDIT
1. Penjelasan Umum
Pasal
247 KUHD menyebutkan beberapa jenis asuransi yaitu asuransi kebakaran, asuransi
hasil pertanian, asuransi jiwa, dan asuransi pengangkutan. Akan tetapi dalam
praktek jenis-jenis asuransi itu lebih banyak dibandingkan dengan jenis-jenis
yang disebutkan dalam Pasal 247 KUHD. Dalam Pasal 247 KUHD terdapat kata-kata
“antara lain”.
“Pasal 247 itu secara
yuridis adalah tidak membatasi atau menghalangi timbulnya jenis-jenis
pertanggungan lain menurut kebutuhan masyarakat. Hal ini dapat kita dasarkan
pada kata-kata “antara lain” yang terdapat didalam Pasal 247 itu. Dengan
demikian sifat dari Pasal 247 itu hanyalah menyebutkan beberapa contoh saja.
Dengan demikian para pihak dapat juga memperjanjikan adanya pertanggungan
bentuk lain.”
Jadi,
tumbuhnya jenis-jenis baru dibidang asuransi memang tidak dilarang oleh
Undang-Undang. Hal ini berdasarkan Pasal
247 KUHD tersebut di atas, dibuka kemungkinan untuk lahirnya asuransi-asuransi
baru selain disebutkan. Dengan demikian, walapun asuransi kredit tidak diatur
dalam Undang-Undang, tetapi banyak pihak-pihak yang menggunakan asrunsi kredit
tersebut.
Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,
disebutkan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam
meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk
melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Dalam paket kebijakan deregulasi bulan
Mei tahun 1993 (PAKMEI 1993), di Indonesia dikenal dua golongan kredit bank,
yaitu kredit lancar dan kredit bermasalah. Di mana kredit bermasalah
digolongkan menjadi tiga, yaitu kredit kurang lancar, kredit diragukan, dan
kredit macet. Kredit macet inilah yang sangat dikhawatirkan oleh setiap bank,
karena akan mengganggu kondisi keuangan bank, bahkan dapat mengakibatkan
berhentinya kegiatan usaha bank. Kredit macet atau problem loan adalah kredit
yang mengalami kesulitan pelunasan akibat adanya faktor-faktor atau unsur
kesengajaan atau karena kondisi di luar kemampuan debitur.
Jaminan kredit (collateral) atau agunan sebenarnya tidaklah
mutlak sifatnya, tetapi perlu, guna mengantisipasi kemungkinan tidak
tertagihnya kredit yang disalurkan bank. Di samping status dan kondisi jaminan,
yang tidak kalah penting untuk diperhatikan oleh bank adalah dalam cara
pengikatannya. Pengikatan jaminan kredit ini harus sesuai dengan ketentuan
hukum yang berlaku. Hal ini berkaitan dengan eksekusi jaminan, apabila kelak
debitur ingkar janji (wan prestasi) atau tidak mampu melunasi kreditnya.
Asuransi kredit (credit
insurance) pada mulanya lebih dikenal dalam lingkungan asuransi jiwa dalam
bentuk perlindungan kepada kreditur terhadap risiko macetnya pelunasan sisa
pinjaman akibat meninggalnya debitur. Asuransi ini dikenal pula dengan istilah
credit life insurance (asuransi jiwa kredit) dan berdasarkan Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 1992, jenis bisnis asuransi yang terkait dengan hidup
meninggalnya seseorang harus ditangani oleh perusahaan asuransi jiwa dan bukan
oleh asuransi kerugian (general insurer). Istilah penjamina (guarantee) harus
dibedakan dengan asuransia (insurance) karena karakteristik bisnis diantara
keduanya berbeda.
Pada asuransi hanya ada 2
(dua) pihak yang terlibat yaitu Penanggung dan Tertanggung, sedangkan dalam
penjaminan terdapat 3 (tiga) pihak yaitu Obligee, Principal, dan Bank atau
Surety Company. Perbedaan yang lain antara asuransia dan penjamin adalah bahwa
dalam asuransi, risiko yang dihadapi adalah berupa accidental risk dan lebih
bersifat pada risiko-risiko natural seperti kebakaran, banjir, gempa bumi, dan
lain-lain, sedangkan dalam penjaminan, risiko yang dihadapi lebih banyak
bersifat moral risk misalnya ketidakmampuan membayar cicilan pinjaman dari
debitur kepada kreditur (kredit macet). Dengan demikian, tujuan utama dari
asuransi adalah memberikan ganti rugi kepada Tertanggung apabila terjadi
musibah dari luar, sedangkan tujuan dari penjaminan adalah untuk memenuhi
kebutuhan bonafiditas penerima pinjaman.
Asuransi penjaminan kredit pada dasarnya adalah bentuk
gabungan dari asuransi kredit dan penjaminan kredit dimana jenis asuransi ini
mengcover ketidakmampuan debitur dalam melunasi sisa pinjaman kepada kreditur
sebagai akibat dari risiko-risiko :
1. meninggal dunia
2. wanprestasi.
Mekanisme asuransi berjalan pada saat
terjadi meninggalnya debitur, sedangkan penjaminan akan berperan pada saat
terjadi klaim non meninggal dunia.
2. Subjek Tertanggung dalam Asuransi Kredit
Pada
asuransi kredit yang menjadi tertanggung adalah Bank/Lembaga Pembiayaan
Keuangan yang mengajukan permintaan asuransi kredit bukan debitur yang meminjam
dana dari Bank Umum/Lembaga Pembiayaan Keuangan tersebut. Dengan demikian
asuransi kredit merupakan biparty agreement dimana hanya ada dua pihak yang
terlibat yaitu perusahaan asuransi sebagai penanggung dan bank umum/lembaga
pembiayaan sebagai tertanggung.
3. Objek Pertanggungan dalam Asuransi Kredit
Objek
pertanggungan pada asuransi kredit adalah risiko timbulnya kerugian yang
dialami oleh Bank Umum/Lembaga Pembiayaan Keuangan karena adanya kredit macet
dari debitur.
4. Kriteria Kredit yang Dapat Dijamin pada Asuransi
Kredit
Kriteria
kredit yang dapat dijamin pada asuransi kredit adalah kredit yang diberikan :
1.
Berdasarkan norma-norma perkreditan yang sehat,
wajar, dan berlaku umum.
2.
Sesuai dengan manual pemberian kredit yang sesuai SE
BI.
3.
Debitur yang memiliki izin usaha yang ditentukan oleh
pihak yang berwenang dan tidak bertentangan dengan hukum.
4.
Debitur yang tidak sedang dalam proses kepailitan
atau telah dinyatakan pailit[32]
atau bubar demi hukum.
5.
Debitur yang tidak memiliki tunggakan kredit yang
digolongkan kualitas kredit diragukan.
Dalam
hal kredit missal (berkelompok), kriteria kredit yang dapat dijamin adalah
kredit yang :
1.
Mempunyai sector ekonomi sama.
2.
Ditinjau dari aspek manajemen, pemasaran,
pembelanjaan, dari aspek teknis, usaha tersebut memerlukan pengelolaan yang
terkait satu dengan lainnya.
5. Syarat-Syarat Pengajuan Assuransi Kredit
Bank
Umum/Lembaga Pembiayaan Keuangan yang mengajukan asuransi kredit harus
menyerahkan dokumen-dokumen berikut berikut ke calon penanggung:
1.
Perjanjian kerja sama atau surat kesepakatan bersama
antara perusahaan asuransi sebagai penanggung dan Bank Umum/Lembaga Pembiayaan
Keuangan sebagai tertanggung.
2.
Akta perusahaan debitur, company profile debitur,
laporan keuangan debitur 3 tahun terakhir.
3.
Fotokopi/tembusan perrmohonan kredit dan debitur ke
Bank Umum/Lembaga Pembiayaan Keuangan, memorandum persetujuan kredit dari Bank
Umum/Lembaga Pembiayaan Keuangan ke debitur.
6. Risiko Pada Asuransi Kredit
Risiko
yang dapat dijamin pada asuransi kredit adalah risiko yang timbul karena :
1.
Debitur tidak melunasi kredit pada saat kredit yang
bersangkutan jatuh tempo dengan ketentuan usaha debitur sudah tidak ada/tidak
berjalan lagi.
2.
Debitur dinyatakan dalam keadaan insolvent dan untuk
itu harus memenuhi salah satu dari hal-hal berikut :
a.
Debitur dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri yang
berwenang.
b.
Debitur dikenakan likuidasi berdasarkan keputusan
pengadilan yang berwenang dan untuk itu telah ditunjuk likuidatur.
c.
Debitur, sepanjang bukan badan hukum ditempatkan di
bawah pengampuan.
3.
Debitur melarikan diri/menghilang/tidak lagi
diketahui alamatnya.
4.
Terjadinya penarikan kembali kredit sebelum jangka
waktu kredit berakhir, yaitu khusus untuk kredit dengan jangka waktu lebih dari
dua tahun, dengan syarat bahwa penarikan kembali kredit tersebut memenuhi salah
satu ketentuan berikut:
a.
Dimaksudkan untuk mencegah atau mengurangi terjadinya
kerugian yang lebih besar apabila kredit tersebut dilanjutkan.
b.
Disebabkan karena adanya ketidaksesuaian atau
penyimpangan yangdilakukan debitur atas ketentuan-ketentuan dalam perjanjian
kredit.
5.
Risiko lain-lain yang disepakati oleh tertanggung dan
penanggung yang dituangkan dalam perjanjian kerja sama atau surat kesepakatan
bersama.
Risiko
yang tidak dijamin pada asuransi kredit adalah risiko yang timbul karena:
1.
Reaksi nuklir, sentuhan radio aktif, radiasi dan
reaksi inti atom yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi dan mengakibatkan kegagalan
usaha debitur Bank tanpa memandang bagaimana dan di mana terjadinya.
2.
Kerugian yang diderita debitur disebabkan oleh
risiko-risiko yang wajib ditutup
pertanggungannya dalam asuransi kerugian dengan nilai penuh (fully insured)
atau minimal sama dengan pokok kreditnya.
3.
Terjadinya salah satu risiko politik yang secara
langsung maupun tidak langsung mempengaruhi dan mengakibatkan debitur Bank tidak
mampu melunasi kreditnya.
4.
Bencana alam (Act of God).
5.
Akibat kesalahan/kelalaian yang dilakukan oleh Bank
Umum/Lembaga Pembiayaan Keuangan.
7. Plafon Untuk Asuransi Kredit
Plafon
untuk asuransi kredit sebagai berikut :
1.
Kredit usaha mikro (maksimal s/d Rp 50 juta)
2.
Kredit usaha kecil (> Rp 50 juta s/d Rp 500 juta)
3.
Kredit usaha menengah (> Rp 500 juta s/d Rp 5
miliar)
4.
Kredit missal (berkelompok) jumlah debitur/plafon
harus memenuhi criteria sebagai berikut :
a.
Untuk sektor pertanian dalam arti luas adalah kredit
yang diberikan kepada lebih dari 100 debitur atau plafon kredit keseluruhan
lebih dari Rp 500 juta.
b.
Untuk bidang non pertanian adalah kredit yang
diberikan kepada lebih dari 500 debitur atau plafon kredit keseluruhan lebih
dari Rp 1 miliar.
8. Hak Klaim
Hak
klaim dari tertanggung muncul :
1.
Setelah 3 (tiga) bulan terhitung daro tanggal jatuh
tempo kredit.
2.
Debitur telah dilaporkan menunggak pada periode
Laporan Debitur Menunggak, minimal tiga bulan sebelum timbulnya hak klaim.
3.
Khusus untuk pengajuan klaim sebelum jatuh tempo,
klaim mulai timbul pada saat setelah kredit dikategorikan “macet” sebagaimana
ketentuan Surat Edaran Bank Indonesia.
9. Prosedur Pelaksanaan Hak Subrogasi
Dalam hal pelaksanaan hak
subrogasi, setelah penanggung membayar klaim ke tertanggung, penanggung akan
bekerja sama dengan tertanggung untuk menyelesaikan penjualan aset-aset milik
debitur yang menjadi jaminan kredit. Penanggung memperoleh hasil penjualan
jaminan kredit. Penanggung memperoleh hasil penjualan jaminan sebesar nilai
klaim yang dibayarkannya ke tertanggung.
10. Jenis Kredit yang Dapat Memperoleh Pertanggungan
-
Kredit Modal Kerja
Kredit
modal kerja untuk membiayai produksi dan/atau pemasokan barang yang diberikan
Bank selaku tertanggung diwilayah Indonesia kepada debitur. Pinjaman untuk
memenuhi kebutuhan modal kerja yang habis dalam satu siklus usaha dan atau
kebutuhan modal kerja yang bersifat khusus seperti untuk membiayai inventory,
piutang atau proyek.
Fitur:
·
Limit
kredit diatas Rp 500 juta sampai dengan Rp 10 Miliar
·
Kredit
dapat diberikan dalam valuta Rupiah
·
Jangka
waktu sampai dengan 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang
·
Sifat
kredit revolving (Kredit Rekening Koran atau Kredit Berjangka) atau non
revolving (Kredit Angsuran Berjangka)
Persyaratan:
·
Dokumen
legalitas pemohon, misalnya : KTP, kartu keluarga, Akte Pendirian Perusahaan
·
Dokumen
legalitas usaha, misalnya : NPWP, SIUP, SITU, TDP atau SKDU
-
Kredit Modal Kerja Ekspor
Kredit modal
Kerja untuk membiayai ekspor dan / atau pemasokan barang ekspor non migas yang diberikan
bank selaku tertanggung di Wilayah Indonesia. Fasilitas Kredit Modal Kerja
Ekspor (KMKE) adalah fasilitas pembiayaan yang diberikan oleh Indonesia
Eximbank berdasarkan kebutuhan modal kerja Eksportir dalam rangka kegiatan
ekspor barang maupun jasa.
11. Manfaat Asuransi Kredit
1.
Bagi Perbankan
-
Transaksi
yang tidak bankable menjadi bankable
Transaksi yang tidak bankable karena tidak memenuhi
persyaratan collateral akan tetapi feasible dapat dibantu dengan adanya
asuransi kredit dari Asuransi ASEI. Asuransi atau penjaminan kredit dari
Asuransi ASEI dapat menggantikan sebagian collateral yang diperlukan perbankan
dalam mendukung pemberian kredit kepada sektor riil. Untuk transaksi non-cash
loan khususnya, tergantung kepada penilaian risiko berdasarkan risks assessment
Asuransi ASEI yang juga mempertimbangkan risks analysis dari bank, Asuransi
ASEI dapat memberikan:
2.
Pertanggungan
70% sampai 100% dari nilai non-cash loan yang diberikan oleh bank;
3.
Persyaratan
collateral yang lebih ringan bagi nasabah (misalnya cash collateral 20% sampai
dengan 40%, ditambah fixed assets atau fiducia atas stock).
-
Mengurangi
risks premium sehingga lending rate dapat lebih kompetitif
Risiko kredit yang dialihkan kepada Asuransi ASEI dapat diperhitungkan sebagai penurunan unsur risiko dalam pricing suku bunga (mengurangi risks premium).
Risiko kredit yang dialihkan kepada Asuransi ASEI dapat diperhitungkan sebagai penurunan unsur risiko dalam pricing suku bunga (mengurangi risks premium).
-
Pengurangan
bobot ATMR 50%
Bobot
ATMR atas kredit yang diasuransikan atau dijaminkan kepada Asuransi ASEI
sebagai BUMN di bidang asuransi dan penjaminan kredit dihitung sebesar 50%
(lima puluh persen), sehingga semakin besar kredit yang diasuransikan atau
dijaminkan ke Asuransi ASEI akan dapat memberikan pengaruh positif kepada
perhitungan CAR perbankan.
-
Fee-based
income dan penempatan cash collateral
Bank
dapat mengembangkan fee-based income (fasilitas non-cash loan), dan cash
collateral akan ditempatkan pada bank sehingga bank dapat menarik manfaat dari
penempatan deposito pada bank.
-
Safety
net perbankan menghindari 100% own retention
Dengan memanfaatkan fasilitas Asuransi ASEI, Bank telah
mengembangkan strategic parthership yang kuat dengan salah satu jaring pengaman
(safety net) perbankan terhadap risiko atas kredit yang disalurkannya. Bank
tidak harus menanggung sendiri keseluruhan beban kerugian (100% own retention)
yang dalam jangka panjang dapat berakibat catashtropical risks, dengan cara
mengalihkan kemungkinan risiko kerugian kepada Asuransi ASEI. Dengan strategic
parthership yang kuat maka akan semakin kuat kemampuan kapasitas Asuransi ASEI,
sehingga daya dukung safety net Asuransi ASEI terhadap perbankan juga dapat
semakin meningkat.
-
Kemungkinan
pengembangan kerjasama refinancing
Perbankan dapat mengembangkan kerjasama refinancing
khususnya untuk kredit ekspor atau impor yang bersifat pre-shipment atau
post-shipment dengan tingkat bunga yang kompetitif dengan bank-bank asing atau
bank-bank atau lembaga-lembaga keuangan di luar negeri, sehingga lending rate
dari perbankan nasional dapat semakin kompetitif. Asuransi ASEI akan mendukung
melalui internasional network Asuransi ASEI dengan export credit agencies (ECA)
antara lain: Coface-Perancis, EulerHermes-Jerman, Atradius-Belanda (sebelumnya
benama NCM); EFIC-Australia; EDC-Canada; US Exim-USA; Nexi-Jepang; KEIC-Korea;
Sinosure-China; HKEC-Hongkong; TEBC-Taiwan, dan lain-lain.
-
Second
opinion dalam analisa pemberian kredit
Asuransi ASEI melakukan
risks assessment terhadap pertanggungan yang akan diberikan perbankan kepada
Asuransi ASEI. Dengan demikian bank akan memperoleh second opinion dari
Asuransi ASEI sebagai lembaga penjaminan kredit sebelum suatu credit line
diberikan kepada debitur
-
Clients
referrals
Asuransi ASEI akan dapat memberikan referrals atas
nasabah-nasabah yang memiliki track record baik untuk dapat memanfaatkan
fasilitas bank.
-
Fungsi
intermediasi perbankan meningkat
Bank-bank lebih kompetitif, berani dan bergairah di dalam
menyalurkan kredit kepada sektor riil termasuk usaha yang bergerak dalam
kegiatan ekspor non-migas, dengan adanya proteksi kredit serta incentive
(non-subsidi, berupa antara lain, adanya jaminan atas risiko kredit dengan
biaya rendah, perhitungan ATMR serta pengurangan risks premium, transaksi yang
non-bankable dapat menjadi bankable). Dengan demikian fungsi intermediasi
perbankan khususnya untuk pembiayaan sektor riil akan dapat ditingkatkan yang akan
tercermin dari tingkat LDR.
2. Bagi Sektor Riil / Debitur
-
Sektor
riil akan terbantu likuiditasnya dengan adanya produk Asuransi ASEI yang
menjadi jembatan penghubung antara sektor riil dan perbankan.
-
Competitiveness
sektor riil akan terbantu melalui:
-
Likuiditas
yang cukup serta fasilitas kredit dengan tingkat bunga yang lebih baik, karena
adanya pembiayaan bank yang didukung oleh Asuransi ASEI;
-
Kemampuan
sektor riil khususnya yang berorientasi ekspor di dalam penetrasi ke
pasar-pasar non-tradisional yang risikonya umumnya lebih tinggi, dapat didukung
dengan adanya proteksi Asuransi ASEI;
-
Eksportir
dapat lebih berani menawarkan terms of payment yang lebih lunak misalnya Usance
L/C atau Non-L/C dengan adanya proteksi Asuransi ASEI.
-
Sektor
riil termasuk usaha ekspor dapat meningkatkan usahanya dengan lebih kompetitif,
leluasa dan lebih aman.
-
Sektor
riil pada umumnya terbantu, termasuk sektor riil yang berorientasi ekspor
semakin kompetitif, sehingga ekspor non-migas dapat diharapkan meningkat lebih
baik, yang pada gilirannya akan meningkatkan cadangan devisa negara, dan
kondisi industri serta investasi membaik.
-
Lapangan
kerja baru tercipta sehingga mengurangi tingkat pengangguran.
B.
ASURANSI
KREDIT PERDAGANGAN
Asuransi
kredit perdagangan (ASKREDAG) adalah produk asuransi bisnis yang memberikan
ganti rugi terhadap kerugian penjual dari gagal bayar piutang dangan komersil.
Dengan adanya asuransi kredit perdagangan, pemegang polis/ penjual dapat yakin
bahwa piutang dangang (yang tidak disengketakan) akan dibayar baik oleh debitur
atau asuransi kredit perdagangan sesuai syarat dan kondisi polis. ASKREDAG
adalah alat keuangan untuk lindungi nilai terhadap resiko komersil yang berada
diluar kendali perusahaan. Memperbaiki neraca, arus kas yang terlindungi dan fasilitas
credit limit dan pengembalian dapat ditingkatkan.
Menurut Undang-Undang No.
2 Tahun 1992 tentang Asuransi atau Pertanggungan adalah perjanjian dua (2)
pihak atau lebih, dengan mana pihak Penanggung mengikatkan diri kepada
Tertanggung dengan menerima premi Asuransi, untuk memberikan penggantian kepada
Tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang
diharapkan atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan
diderita Tertanggung yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti atau
untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggalnya atau
hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
Berdasarkan Undang-Undang
tersebut, maka Asuransi Kredit Perdagangan didefinisikan sebagai perjanjian dua
(2) pihak, dimana pihak pertama (Penanggung/Insurer) mengikatkan diri
kepada pihak kedua (Tertanggung/Insured) dengan menerima premi asuransi,
untuk memberikan penggantian kepada pihak kedua (Tertanggung/Insured)
karena kemungkinan gagalnya pembayaran sejumlah piutang (Outstanding Amount)
oleh Debitur (Insured Buyers) sesuai dengan kontrak perdagangan
(Perjanjian kredit tertentu) antara pihak kedua (Tertanggung/Insured)
dengan Debitur (Insured Buyers) akibat Debitur (Insured Buyers)
mengalami Insolvensi atau Protracted Default.
Perusahaan
yang menjual barang atau menyediakan jasa dari pasar ekspor dan domestik
(tertanggung)selalu menghadapi resiko hutang macet. Asuransi Kredit Perdagangan
menawarkan jaring pengaman bagi tertanggung yang akan memberi ganti kerugian
akibat hutang macet tersebut. Resiko Kredit adalah risiko tidak dibayarnya
piutang oleh pelanggan/pembeli yang munculapabila pembayarannya idak dilakukan
sebelum atau pada saat barang dikirimkan atau jasa dilakukan. Asuransi Kredit
Pedagangan menjamin suatu produk yang dihasilkan produsen yang akan dilempar ke
distributor tanpa si produsen harus takut karena produknya tersebut tidak
dibayar oleh distributor.Asuransi Kredit Pedagangan juga memberikan proteksi
atas risiko kredit terhadap gagalnya pembeyaran dari pembeli (Distributor/Agen)
terhadap Suplier (Pabrikan/Distributor)untuk sejumlah barang yang telah
diberikan kepada Splier/Pembeli.
1.
Dasar Hukum
a. Undang-Undang Nomor 2
Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian
b. Surat Persetujuan
Departemen Keuangan No. S. 5314/LK/203, tanggal 26 September 2003 tentang
persetujuan penyelenggaraan Asuransi Kredit Perdagangan.
c. Surat Keputusan Direksi
PT. Askrindo No. 107/KEP/DIR/XI/2008 tentang Ketentuan Umum Usaha Penjaminan
Dalam Rangka Penerapan Prinsip Kehati-hatian.
2.
Ruang Lingkup
Asuransi Kredit Perdagangan adalah merupakan salah satu
produk untuk menjamin resiko kegagalan pembayaran transaksi perdagangan kredit
yang dilaksanakan Seller kepada Buyers sebagai akibat dari Buyers
insolvensi atau protracted default (terjadi tunggakan
berlarut-larut). Konsep perikatan yang mendasari pertanggungan Asuransi Kredit
Perdagangan adalah konsep perikatan pertanggungan antara Tertanggung dengan
Penanggung yang memuat penawaran 3 (tiga) jasa pokok kepada Tertanggung yaitu
membantu Seller dalam menentukan besarnya kredit limit kepada Buyer,
membantu seller dalam menyelesaikan permasalahan pembayaran dari Buyer
(problem solving) dan memberikan proteksi resiko terhadap kerugian seller
bilamana buyer insolvensi atau mengalami protracted default. Disamping 3
(tiga) jasa pokok yang ditawarkan tersebut, Asuransi Kredit Perdagangan juga
memberikan beberapa manfaat lain yang dapat membantu seller dalam
menjalankan kegiatan usahanya, antara lain membantu tugas manajemen resiko
perusahaan dalam mengelola resiko, membantu perencanaan pembentukan cadangan
piutang, membantu dalam meningkatkan volume penjualan, membantu menjaga
struktur aktiva lancar, melindungi kerugian macet, membantu meningkatkan
keuntungan, dan membantu dalam memperoleh akses trade finance.
Salah satu contoh yang
menggunakan produk asuransi kredit perdagangan ini adalah produsen extra joss,
pada awal pendistribusian produsen extra joss hanya mengantongi produksi
penjualan dikisaran ratusan juta rupiah,setelah mendapatkan bimbingan dan
mengembangkan sayap pendistribusian dengan menggunakan produk asuransi kredit
perdagangan ,saat ini mengantongi produksi penjualan dalam hitungan milyaran.
Produk
Asuransi Kredit Perdagangan (ASKREDAG) memberikan perlindungan dan potensi
financial loss akibat piutang ragu-ragu (bad debt) atas kebijakan Term of
Payment dari setiap buyer de karenakan oleh salah satu dari hal :
1.
Protracted Default : adanya gagal bayar sejumlah
piutang oleh salah satu buyer sejak tanggal jatuh tempo invoice tertua dalam
kurun waktu tertentu.
2.
Insolvency : bankrut (sesuai keputusan pengadilan)
Keunggulan Asuransi Kredit Perdagangan :
1.
Membantu memberikan layanan Asuransi Kredit
Perdagangan Domestik dan Ekspor.
2.
Bagian dan produk link Lembaga Penjaminan yang
memberikan jasa produk proteksi resiko keuangan lainnya
3.
Lembaga Penjaminan bekerjasama dengan Asuransi Kredit
Internasional dalam pertanggungan ekspor dan dalam memperoleh backup reasuransi
3.
Manfaat Asuransi Kredit Perdagangan
-
Membantu meningkatkan volume penjualan perusahaan anda
serta menjaga hubungan bisnis antara anda dan buyer.
-
Terhindar dari biaya dan kerepotan Letters of Credit
(L/C)
-
Menghindari persyaratan penambahan dana aatas
penggunaan Bank Garansi untuk meningkatkan Credit Limit Buyer pengambilan
barang/produk, sehingga potensi penjualan dapat ditingkatkan.
-
Hubungan bisnis terus berlanjutdengan persyaratan
penjualan kredit barang yang jauh lebih mudah dibandingkan dengan menggunakan
Bank Garansi / Letter of Credit atau asset lainnya.
-
Adanya credit advice untuk membantu dan menentukan
kapasitas maksimum credit limit buyer dan membantu mengantisispasi permintaan
pasar ( fleksibilitas mengatur naik turunnya credit limit)
-
Membantu perkembangan Buyer anda dan aktif dalam
me-restrukturisasi piutang bila hubungan bisnis masih memungkinkan untuk
dipertahankan , sehinggan potensi kehilangan pasar akibat terputusnya hubungan
bisnis dapat dihadiri.
-
Tidak ada persyaratan agunan (non collateral basis)
dalam Asuransi Kredit Perdagangan. Namun dimungkinkan apabila anda mensyaratkan
dan meng-kombinasikan dengan produk Askredag.
BAB IV
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Kesimpulan dari pembahasan diatas, yaitu :
1.
Tabungan asuransi sosial pegawai negeri sipil
(TASPEN) dan asuransi sosial tenaga kerja (Astek)
a.
Tabungan asuransi sosial pegawai negeri sipil
(TASPEN), merupakan asuransi wajib yang diperuntukkan kepada Pegawai Negeri
Sipil dengan tujuan agar Pegawai Negeri Sipil tersebut mendapat santunan ketika
tertimpa musibah. Pegawai Negeri Sipil merupakan tertanggung dan Badan
Penyelenggara (BUMN) yaitu PT Taspen merupakan penanggung.
b.
Psuransi sosial tenaga kerja (Astek), asuransi ini
tidak jauh berbeda dengan asuransi pegawai negeri sipil, karena asuransi ini
juga termasuk asuransi wajib yang diperuntukkan kepada pengusaha dan tenaga
kerja sebagai tertanggung dan Badan Penyelenggara (BUMN) yaitu PT Taspen
sebagai penanggung.
2.
Hal-hal penting dalam asuransi kredit dan asuransi
kredit perdagangan
a.
Hal-hal penting dalam asuransi kredit
Asuransi kredit tidak
lahir dari Undang-Undang selayaknya asuransi sosial, melainkan lahir dari
adanya perjanjian antara pihak tertanggung dengan pihak penanggung. Tertanggung
dalam asuransi kredit adala Bank Umum/Lembaga Pembiayaan Keuangan dan
Penanggung adalah pihak asuransi. Tujuan dari asuransi ini adalah untuk
mengatasi problem Bank Umum/Lembaga
Pembiayaan Keuangan apabila terdapat debitur yang tidak mampu melunasi utangnya
(kredit macet). Asuransi penjaminan kredit
merupakan bentuk gabungan dari asuransi kredit dan penjaminan kredit dimana
jenis asuransi ini mengcover ketidakmampuan debitur dalam melunasi sisa pinjaman
kepada kreditur sebagai akibat dari risiko-risiko meninggal dunia dan wan
prestasi.
b.
Asuransi kredit perdagangan
ASKREDAG
adalah alat keuangan untuk lindungi nilai terhadap resiko komersil yang berada
diluar kendali perusahaan. Memperbaiki neraca, arus kas yang terlindungi dan
fasilitas credit limit dan pengembalian dapat ditingkatkan. Konsep perikatan
yang mendasari pertanggungan Asuransi Kredit Perdagangan adalah konsep
perikatan pertanggungan antara Tertanggung dengan Penanggung yang memuat
penawaran 3 (tiga) jasa pokok kepada Tertanggung yaitu :
-
Membantu
Seller dalam menentukan besarnya kredit limit kepada Buyer,
-
Membantu seller dalam menyelesaikan permasalahan
pembayaran dari Buyer (problem solving),
-
Memberikan proteksi resiko terhadap kerugian seller
bilamana buyer insolvensi atau mengalami protracted default.
B.
SARAN
Pada kesempatan ini kami hanya menyarankan kepada pembaca,
apabila ingin membuat suatu perjanjian asuransi, sebaiknya memperhatikan
hal-hal apa saja yang menjadi pokok-pokok dari asuransi tersebut agar kelak
tidak terjadi kerugian di antara pihak yang melakukan perjanjian asuransi. Bagi
pegawai negeri sipil, pengusaha dan tenaga kerja patut mengetahui asuransi apa
yang wajib ia lakukan. Karena asuransi tersebut dapat membantu ketika terjadi
masalah yang tidak diinginkan.
DAFTARPUSTAKA
Muhammmad, Abdulkadir. 2006. Hukum Asuransi Indonesia. Bandar Lampung: Citra Aditya Bakti.
Naja, Daeng. 2009. Pengantar
Hukum Bisnis Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Yustisia.
Prakoso, Djoko. 2004. Hukum
Asuransi Indonesia. Jakarta: Rineke Cipta.
Rastuti, Tuti. 2011. Aspek
Hukum Perjanjian Asuransi. Yogyakarta: Pustaka Yustisia.
Sastrawidjaya, Man S. 2003. Aspek-aspek Hukum Asuransi dan Surat Berharga. Bandung: Alumni.
----------------------------. 2004. Hukum Asuransi. Bandung: Alumni.
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian.
Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1981 tentang Asuransi Sosial
Pegawai Negeri Sipil (Aspens).
http://www.ut.ac.id/html/suplemen/adbi4331/modul_6.htm
[1] Tuti Rastuti. Aspek Hukum perjanjian Asuransi.
Yogyakarta. Pustaka Yustisia. 2011, hal. 1.
insurance (Inggris)/asuransi,
verzekering(Belanda)/pertanggungan, issurantie (latin)/ pertanggungan.
[2] Abdulkadir Muhammad. Hukum Asuransi Indonesia. Bandar
Lampung. Citra Aditya Bakti. 2006, hal. 6.
Usaha
asuransi adalah usaha jasa keuangan yang dengan menghimpun dana masyarakat
melaluipengumpulan premi asuransi memberikan perlindungan kepada anggota
masyarakat pemakai jasa asuransi terhadap kemungkinan timbulnya kerugian karena
suatu peristiwa yang tidak pasti atau terhadap hidup ataumeninggalnya
seseorang.
[3] Ibid., hal. 6,
perusahaan
penunjang asuransi adalah jenis perusahaan yang menjalankan usaha penunjang
usaha asuransi.
[4] Daeng Naja. Pengantar Hukum Bisnis Indonesia. Yogyakarta.
Pustaka Yustisia, hal. 109. 2009.
Risiko
adalah kesempatan timbulnya kerugian, probabilitas timbulnya kerugian,
ketidakpastian, penyimpangan actual dari yang diharapkan, probabilitas suatu
hasil akan berbeda dari yang diharapkan.
[5] Djoko Prakoso. Hukum Asuransi Indonesia. Jakarta.
Rineka Cipta, hal. 346, 2004.
peserta
adalah pihak tertanggung, yaitu semua anggota pegawai negeri sipil.
[6] Abdulkadir Muhammad. Op cit., hal. 239, pasal 6 Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1981.
[7] Ibid., hal. 240. Pasal 4
Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1981.
[8] Ibid., hal. 241. Pasal 9
Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1981.
[9] Ibid., hal 223. Pasal 14 ayat
(1) Undang-Undang No. 2 Tahun 1992
[10] Ibid.,hal 224. Pasal 22 ayat
(1) Undang-Undang No. 2 Tahun 1992
[11] Ibid.,hal. 224. Pasal 25
Undang-Undang No. 2 Tahun 1992
[12] Ibid., hal. 229. Pasal 2 dan
Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993.
[13] Ibid., hal. 229. Pasal 5
Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993.
[14] Ibid., hal. 229. Pasal 6 ayat
(1) Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993.
[15] Ibid., hal. 230. Pasal 6 ayat
(2) Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993.
[16] Ibid., hal. 230. Pasal 6 ayat
(3) Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993.
[17] Ibid., hal. 230. Pasal 12
ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993.
[18] Ibid., hal. 231. Pasal 12
ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993.
[20] Ibid.,hal. 232. Pasal 15 peraturan pemerintah nomor 14 tahun
1993.
[21] Ibid., hal. 232. Pasal 22
peraturan pemerintah nomor 14 tahun 1993.
[22] Ibid., hal.233. Pasal 26
peraturan pemerintah nomor 14 tahun 199.3
[23] Ibid., hal. 234. Pasal 24
Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993.
[24] Ibid., hal. 234. Pasal 35 dan
pasal 36 Peraturan pemerintah No. 14 Tahun 1993.
[25] Ibid., hal. 234. Pasal 37
peraturan pemerintah No. 14 tahun 1993.
[26] Ibid., hal. 234. Pasal 38
Peraturan Pemerintah No 14 tahun 1993.
[27] Ibid., hal. 235. Pasal 39 dan
40 Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 1993.
[28] Ibid., hal. 235. Pasal 41
Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 1993.
[29] Ibid., hal. 235. Pasal 42
Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 1993.
[31] Ibid., hal. 236. Pasal 47
Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993.
[32]Tutu Rastuti. Op Cit., hal. 114. Pailit adalah debitur yang
mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar lunas sedikitnya satu
utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit oleh putusan
pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau
lebih krediturnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar