BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Pemikiran tentang Filsafat hukum dewasa ini
diperlukan untuk menelusuri seberapa jauh penerapan arti hukum dipraktekkan
dalam hidup sehari-hari, juga untuk menunjukkan ketidaksesuaian antara teori
dan praktek hukum. Manusia memanipulasi kenyataan hukum yang baik menjadi tidak
bermakna karena ditafsirkan dengan keliru, sengaja dikelirukan, dan
disalahtafsirkan untuk mencapai kepentingan tertentu. Banyaknya kasus hukum
yang tidak terselesaikan karena ditarik ke masalah politik. Kebenaran hukum dan
keadilan dimanipulasi dengan cara yang sistematik sehingga peradilan tidak
menemukan keadaan yang sebenarnya. Kebijaksanaan pemerintah tidak mampu membawa
hukum menjadi “panglima” dalam menentukan keadilan, sebab hukum dikebiri oleh
sekelompok orang yang mampu membelinya atau orang yang memiliki kekuasaan yang
lebih tinggi
Dalam beberapa dekade terakhir, fenomena
pelecehan terhadap hukum semakin marak. Tindakan pengadilan seringkali tidak
bijak karena tidak member kepuasan pada masyarakat. Hakim tidak lagi memberikan
putusan adil pada setiap pengadilan yang berjalan karena tidak melalui prosedur
yang benar. Perkara diputuskan dengan undang-undang yang telah dipesan dengan
kerjasama antara pembuat Undang-undang dengan pelaku kejahatan yang
kecerdasannya mampu membelokkan makna peraturan hukum dan pendapat hakim
sehingga berkembanglah “mafia peradilan” (Bismar Siregar, 1989 : 78). Produk hukum
telah dikelabui oleh pelanggarnya sehingga kewibawaan hukum jatuh.. Manusia
lepas dari jeratan hukum karena hukum yang dipakai telah dikemas secara
sistematik sehingga perkara tidak dapat diadili secara tuntas bahkan justru
berkepanjangan dan akhirnya lenyap tertimbun masalah baru yang lebih aktual.
Keadaan dan kenyataan hukum dewasa ini sangat memprihatinkan karena peraturan
perundang-undangan hanya menjadi lalu lintas peraturan, tidak menyentuh
persoalan pokoknya, tetapi berkembang, menjabar dengan aspirasi dan
interpretasi yang tidak sampai pada kebenaran, keadilan dan kejujuran.
Fungsi hukum tidak bermakna lagi, karena
adanya kebebasan tafsiran tanpa batas yang dimotori oleh kekuatan politik yang
dikemas dengan tujuan tertentu. Hukum hanya menjadi sandaran politik untuk
mencapai tujuan, padahal politik sulit ditemukan arahnya. Politik berdimensi
multi tujuan, bergeser sesuai dengan garis partai yang mampu menerobos hukum
dari sudut manapun asal sampai pada tujuan dan target yang dikehendaki.
B.
RUMUSAN
MASALAH
Adapun Permasalahan
yang menjadi pokok pembahasan, yaitu :
1. Menjelaskam
mengenai manfaat dan fungsi filsafat hukum.
2.
Menjelaskan mengenai implikasi filsafat hukum dalam kenyataan hidup
bermasyarakat, bernegara, dan berbangsa.
C.
TUJUAN
Tujuan yang ingin dicapai, yaitu :
1. Untuk
mengetahui manfaat dan fungsi filsafat hukum.
2.
Untuk mengetahui implikasi filsafat hukum dalam kenyataan
hidup bermasyarakat, bernegara, dan berbangsa.
D.
MANFAAT
Manfaat dari makalah
ini, yaitu :
1. Kita
dapat mengetahui manfaat dan fungsi filsafat hukum.
2.
Kita Dapat mengetahui implikasi filsafat hukum dalam kenyataan
hidup bermasyarakat, bernegara, dan berbangsa.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
MANFAAT
DAN FUNGSI FILSAFAT HUKUM
Filsafat hukum memiliki tiga sifat yang membedakannya
dengan ilmu-ilmu lain. Pertama, filsafat
memiliki karakteristik yang bersifat menyeluruh.
Ciri yang lain, filsafat hukum juga memiliki sifat yang mendasar. Artinya dalam menganalisis suatu masalah, kita diajak untuk berpikir kritis dan radikal. Mereka yang mempelajari filsafat hukum
diajak untuk memahami hukum tidak dalam arti hukum positif semata. Orang yang mempelajari hukum dalam arti positif semata tidak akan mampu memanfaatkan dan mengembangkan hukum
secara baik apabila ia menjadi hakim, misalnya di khawatirkan
ia akan menjadi "corong undang-undang" belaka .
Ciri berikutnya yang tidak kalah pentingnya adalah sifat filsafat yang spekulatif. Sifat ini tidak boleh diartikan secara negatif sebagai sifat gambling. Sebagaimana dinyatakan oleh Suriasumantri bahwa semua ilmu
yang berkernbang saat ini bermula dari sifat spekulatif tersebut. Sifat ini mengajak mereka yang mempelajari filsafat hukum untuk berpikir inovatif, selalu mencari sesuatu yang
baru.
Memang salah satu ciri orang yang berpikir radikal adalah senang kepada hal-hal baru, Tentu saja tindakan spekulatif
yang dirnaksud di sini adalah tindakan yang terarah, yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Dengan berpikir spekulatif (dalam arti positif) itulah hukum dapat dikembangkan ke arah yang dicita-citakan bersama. Ciri lain lagi adalah sifat filsafat yang reflektif kritis.
Melalui sifat ini , filsafat hukum berguna untuk membimbing kita menganalisis masalah-masalah
hukum secara ras ional dan kemudian mernpertanyakan jawaban itu secara terus
menerus. Jawaban tersebut seharusnya tidak sekedar diangkat dari gejala-gejala yang
tampak, tetapi sudah sampai
kepada nilai-nilai yang ada dibalik gejala-gejala itu. Analisis nilai inilah
yang membantu kita untuk menentukan sikap secara bijaksana dalam menghadapi
suatu masalah.
Hukum juga memuat
materi tentang etika profesi hukum. Dengan mempelajari etika profesi tersebut,
diharapkan para calon sarjana hukum dapat menjadi pengemban amanat luhur
profesinya. Sejak dini mereka diajak untuk memahami nilai-nilai luhur profesi
tersebut dan mernupuk terus ideal isme
mereka. Sekalipun disadari bahwa dalam
kenyataannya mungkin saja nilai-nilai itu telah ,mengalami
penipisanperupisan.
Filsafat hukum relevan untuk membangun
kondisi hukum yang sebenarnya, sebab tugas filsafat hukum adalah menjelaskan
nilai dasar hukum secara filosofis yang mampu memformulasikan cita-cita
keadilan, ketertiban di dalam kehidupan yang relevan dengan
pernyataan-kenyataan hukum yang berlaku, bahkan merubah secara radikal dengan
tekanan hasrat manusia melalui paradigma hukum baru guna memenuhi perkembangan
hukum pada suatu masa dan tempat tertentu.
Mengenai fungsi Filsafat Hukum, Roscoe
Pound menyatakan, bahwa ahli filsafat berupaya untuk memecahkan persoalan
tentang gagasan untuk enciptakan suatu
hukum yang sempurna yang harus berdiri teguh selamalamanya, kemudian
membuktikan kepada umat manusia bahwa hukum yang telah selesai ditetapkan,
kekuasaannya tidak dipersoalkan lagi. Suatu usaha untuk melakukan pemecahan
menggunakan sistem hukum yang berlaku pada masa dan tempat tertentu, dengan
menggunakan abstraksi terhadap bahan-bahan hukum yang lebih tinggi. Filsafat
hukum memberikan uraian yang rasional mengenai hukum sebagai upaya untuk
memenuhi perkembangan hukum secara universal untuk menjamin kelangsungan di
masa depan. Filsafat hukum memegang peranan penting dalam kegiatan penalaran
dan penelaahan asas dan dasar etik dari pengawasan sosial, yang berkaitan
dengan :
-
tujuan-tujuan
masyarakat,
-
masalah-masalah
hak asasi,
-
kodrat
alam
Filsafat Hukum bertolak dari renungan
manusia yang cerdas, sebagai “subjek Hukum”, dunia hukum hanya ada dalam dunia
manusia. Filsafat hukum tak lepas dari manusia selaku subjek hukum maupun
subjek filsafat, sebab manusia membutuhkan hukum, dan hanya manusia yang mampu
berfilsafat. Kepeloporan manusia ini menjadi jalan untuk mencari keadilan dan
kebenaran sesuai dengan peraturan yang berlaku, dan mengukur apakah sesuatu itu
adil, benar, dan sah.
A. IMPLIKASI
FILSAFAT HUKUM DALAM KENYATAAN HIDUP BERMASYARAKAT, BERNEGARA, DAN BERBANGSA
Penerapan Filsafat Hukum dalam kehidupan
bernegara mempunyai variasi yang beraneka ragam tergantung pada filsafat hidup
bangsa (Wealtanchauung)
masing-masing. Di dalam kenyataan suatu negara jika tanpa ideologi tidak
mungkin mampu mencapai sasaran tujuan nasionalnya sebab negara tanpa ideologi
adalah gagal, negara akan kandas di tengah perjalanan. Filsafat Hidup Bangsa (Wealtanchauung) yang lazim menjadi filsafat atau ideologi
negara, berfungsi sebagai norma dasar (groundnorm). Nilai fundamental ini menjadi sumber
cita dan asas moral bangsa karena nilai ini menjadi cita hukum (rechtidee) dan paradigma keadilan, makna keadilan
merupakan substansi kebermaknaan keadilan yang ditentukan oleh nilai filsafat
hidup (wealtanchauung) bangsa itu sendiri. Indonesia sebagai
negara hukum (Rechtsstaat) pada prinsipnya bertujuan untuk
menegakkan perlindungan hukum (iustitia protectiva).
Hukum dan cita hukum (Rechtidee) sebagai perwujudan budaya. Perwujudan
budaya dan peradaban manusia tegak berkat sistem hukum, tujuan hukum dan cita hukum
(Rechtidee) ditegakkan dalam keadilan yang
menampilkan citra moral dan kebajikan adalah fenomena budaya dan peradaban.
Manusia senantiasa berjuang menuntut dan membela kebenaran, kebaikan, kebajikan
menjadi cita dan citra moral kemanusiaan dan citra moral pribadi manusia.
Keadilan senantiasa terpadu dengan asas kepastian hukum (Rechtssicherkeit) dan kedayagunaan hukum (Zeweckmassigkeit). Tiap makna dan jenis keadilan merujuk
nilai dan tujuan apa dan bagaimana keadilan komutatif, distributif maupun
keadilan protektif demi terwujudnya kesejahteraan lahir dan batin warga negara,
yang pada hakikatnya demi harkat dan martabat manusia. Hukum dan keadilan
sungguh-sungguh merupakan dunia dari trans empirical setiap pribadi manusia.
Hukum dan citra hukum (keadilan) sekaligus
merupakan dunia nilai dan keseluruhannya sebagai fenomena budaya. Peranan
filsafat hukum memberikan wawasan dan makna tujuan hukum sebagai cita hukum (rechtidee). Cita hukum adalah suatu apriori yang
bersifat normatif sekaligus suatu apriori yang bersifat normatif sekaligus
konstitutif, yang merupakan prasyarat transendental yang mendasari tiap Hukum
Positif yang bermartabat, tanpa cita hukum (rechtidee) tak akan ada hukum yang memiliki watak normatif.
Cita hukum (rechtidee) mempunyai fungsi konstitutif memberi
makna pada hukum dalam arti padatan makna yang bersifat konkrit umum dan
mendahului semua hukum serta berfungsi membatasi apa yang tidak dapat
dipersatukan. Pengertian, fungsi dan perwujudan cita hukum (rechtidee) menunjukkan betapa fundamental kedudukan
dan peranan cita-cita hukum adalah sumber genetik dari tata hukum (rechtsorder). Oleh karena itu cita hukum (rechtidee) hendaknya diwujudkan sebagai suatu
realitas. Maknanya bahwa filsafat hukum menjadi dasar dan acuan pembangunan
kehidupan suatu bangsa serta acuan bagi pembanguan hukum dalam bidang-bidang
lainnya. Kewajiban negara untuk menegakkan cita keadilan sebagai cita hukum itu
tersirat didalam asas Hukum Kodrat yang dimaksud untuk mengukur kebaikan Hukum
Positif, apakah betulbetul telah sesuai dengan aturan yang berasal dari Hukum
Tuhan, dengan perikemanusiaan dan perikeadilan dengan kebaikan Hukum Etis dan
dengan asas dasar hukum umum abstrak Hukum Filosofis.
BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
1.
Suatu
penjabaran kembali fungsi filsafat hukum di dalam masyarakat adalah perlu yakni
berupa pengertian, penyelesaian, pemeliharaan dan pertahanan aturan-aturan yang
berlaku, sesuai dengan kebutuhan sosial yang relevan dengan perubahan-perubahan
yang ada di dalam masyarakat, sesuai dengan berlakunya Hukum Positif.
2.
Filsafat
hukum berupaya memecahkan persoalan, menciptakan hukum yang lebih sempurna,
serta membuktikan bahwa hukum mampu menciptakan penyelesaian
persoalan-persoalan yang hidup dan berkembang di dalam masyarakat dengan
menggunakan sistem hukum yang berlaku suatu masa, disuatu tempat sebagai Hukum
Positif.
B.
SARAN
Sebagai
mahasiswa Fakultas Hukum, kita perlu mempelajari manfaat dan implikasi dari
penerapan filsafat hukum tersebut. Karena filsafat hukum merupakan dasar untuk
mempelajari ilmu-ilmu hukum yang lain. Dengan mengetahui fungsi dan implikasi
dari penerapan filsahafat hukum, kita akan mudah untuk mencari titik terang
dari persoalan-persoalan yang muncul dalam kehidupan.
DAFTAR
PUSTAKA
Drijarkara, N. 1966. Pertjikan
Filsafat. Djakarta: Pembangunan.
Friedman, W. 1990. Teori dan Filsafat Hukum, Susunan
I. Jakarta: Rajawali Press.
http://hukum-on.blogspot.com/2011/02/filsafat-hukum.html
Soetandyo
Wignjosoebroto, 2002. Hukum: Paradigma, Metode dan Dinamika Masalahnya. Jakarta:
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar