Powered By Blogger

Kamis, 18 Juli 2013

Filsafat Hukum


BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Pemikiran tentang Filsafat hukum dewasa ini diperlukan untuk menelusuri seberapa jauh penerapan arti hukum dipraktekkan dalam hidup sehari-hari, juga untuk menunjukkan ketidaksesuaian antara teori dan praktek hukum. Manusia memanipulasi kenyataan hukum yang baik menjadi tidak bermakna karena ditafsirkan dengan keliru, sengaja dikelirukan, dan disalahtafsirkan untuk mencapai kepentingan tertentu. Banyaknya kasus hukum yang tidak terselesaikan karena ditarik ke masalah politik. Kebenaran hukum dan keadilan dimanipulasi dengan cara yang sistematik sehingga peradilan tidak menemukan keadaan yang sebenarnya. Kebijaksanaan pemerintah tidak mampu membawa hukum menjadi “panglima” dalam menentukan keadilan, sebab hukum dikebiri oleh sekelompok orang yang mampu membelinya atau orang yang memiliki kekuasaan yang lebih tinggi
Dalam beberapa dekade terakhir, fenomena pelecehan terhadap hukum semakin marak. Tindakan pengadilan seringkali tidak bijak karena tidak member kepuasan pada masyarakat. Hakim tidak lagi memberikan putusan adil pada setiap pengadilan yang berjalan karena tidak melalui prosedur yang benar. Perkara diputuskan dengan undang-undang yang telah dipesan dengan kerjasama antara pembuat Undang-undang dengan pelaku kejahatan yang kecerdasannya mampu membelokkan makna peraturan hukum dan pendapat hakim sehingga berkembanglah “mafia peradilan” (Bismar Siregar, 1989 : 78). Produk hukum telah dikelabui oleh pelanggarnya sehingga kewibawaan hukum jatuh.. Manusia lepas dari jeratan hukum karena hukum yang dipakai telah dikemas secara sistematik sehingga perkara tidak dapat diadili secara tuntas bahkan justru berkepanjangan dan akhirnya lenyap tertimbun masalah baru yang lebih aktual. Keadaan dan kenyataan hukum dewasa ini sangat memprihatinkan karena peraturan perundang-undangan hanya menjadi lalu lintas peraturan, tidak menyentuh persoalan pokoknya, tetapi berkembang, menjabar dengan aspirasi dan interpretasi yang tidak sampai pada kebenaran, keadilan dan kejujuran.
Fungsi hukum tidak bermakna lagi, karena adanya kebebasan tafsiran tanpa batas yang dimotori oleh kekuatan politik yang dikemas dengan tujuan tertentu. Hukum hanya menjadi sandaran politik untuk mencapai tujuan, padahal politik sulit ditemukan arahnya. Politik berdimensi multi tujuan, bergeser sesuai dengan garis partai yang mampu menerobos hukum dari sudut manapun asal sampai pada tujuan dan target yang dikehendaki.

B.     RUMUSAN MASALAH
Adapun Permasalahan yang menjadi pokok pembahasan, yaitu :
1.      Menjelaskam mengenai manfaat dan fungsi filsafat hukum.
2.      Menjelaskan mengenai implikasi filsafat hukum dalam kenyataan hidup bermasyarakat, bernegara, dan berbangsa.


C.    TUJUAN
Tujuan yang ingin dicapai, yaitu :
1.      Untuk mengetahui manfaat dan fungsi filsafat hukum.
2.      Untuk mengetahui implikasi filsafat hukum dalam kenyataan hidup bermasyarakat, bernegara, dan berbangsa.

D.    MANFAAT
Manfaat dari makalah ini, yaitu :
1.      Kita dapat mengetahui manfaat dan fungsi filsafat hukum.
2.      Kita Dapat mengetahui implikasi filsafat hukum dalam kenyataan hidup bermasyarakat, bernegara, dan berbangsa.











BAB II
PEMBAHASAN

A.    MANFAAT DAN FUNGSI FILSAFAT HUKUM
Filsafat hukum memiliki tiga sifat yang membedakannya dengan ilmu-ilmu lain. Pertama, filsafat memiliki karakteristik yang bersifat menyeluruh. Ciri yang lain, filsafat hukum juga memiliki sifat yang mendasar. Artinya dalam menganalisis suatu masalah, kita diajak untuk berpikir kritis dan radikal. Mereka yang mempelajari filsafat hukum diajak untuk memahami hukum tidak dalam arti hukum positif semata. Orang yang mempelajari hukum dalam arti positif semata tidak akan mampu memanfaatkan dan mengembangkan hukum secara baik apabila ia menjadi hakim, misalnya di khawatirkan ia akan menjadi "corong undang-undang" belaka .
Ciri berikutnya yang tidak kalah pentingnya adalah sifat filsafat yang spekulatif. Sifat ini tidak boleh diartikan secara negatif sebagai sifat gambling. Sebagaimana dinyatakan oleh Suriasumantri bahwa semua ilmu yang berkernbang saat ini bermula dari sifat spekulatif tersebut. Sifat ini mengajak mereka yang mempelajari filsafat hukum untuk berpikir inovatif, selalu mencari sesuatu yang baru.
Memang salah satu ciri orang yang berpikir radikal adalah senang kepada hal-hal baru, Tentu saja tindakan spekulatif yang dirnaksud di sini adalah tindakan yang terarah, yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Dengan berpikir spekulatif (dalam arti positif) itulah hukum dapat dikembangkan ke arah yang dicita-citakan bersama. Ciri lain lagi adalah sifat filsafat yang reflektif kritis. Melalui sifat ini , filsafat hukum berguna untuk membimbing kita menganalisis masalah-masalah hukum secara ras ional dan kemudian mernpertanyakan jawaban itu secara terus menerus. Jawaban tersebut seharusnya tidak sekedar diangkat dari gejala-gejala yang tampak, tetapi sudah sampai kepada nilai-nilai yang ada dibalik gejala-gejala itu. Analisis nilai inilah yang membantu kita untuk menentukan sikap secara bijaksana dalam menghadapi suatu masalah.
Hukum juga memuat materi tentang etika profesi hukum. Dengan mempelajari etika profesi tersebut, diharapkan para calon sarjana hukum dapat menjadi pengemban amanat luhur profesinya. Sejak dini mereka diajak untuk memahami nilai-nilai luhur profesi tersebut dan mernupuk terus ideal isme mereka. Sekalipun disadari bahwa dalam kenyataannya mungkin saja nilai-nilai itu telah ,mengalami penipisanperupisan.
Filsafat hukum relevan untuk membangun kondisi hukum yang sebenarnya, sebab tugas filsafat hukum adalah menjelaskan nilai dasar hukum secara filosofis yang mampu memformulasikan cita-cita keadilan, ketertiban di dalam kehidupan yang relevan dengan pernyataan-kenyataan hukum yang berlaku, bahkan merubah secara radikal dengan tekanan hasrat manusia melalui paradigma hukum baru guna memenuhi perkembangan hukum pada suatu masa dan tempat tertentu.
Mengenai fungsi Filsafat Hukum, Roscoe Pound menyatakan, bahwa ahli filsafat berupaya untuk memecahkan persoalan tentang gagasan untuk  enciptakan suatu hukum yang sempurna yang harus berdiri teguh selamalamanya, kemudian membuktikan kepada umat manusia bahwa hukum yang telah selesai ditetapkan, kekuasaannya tidak dipersoalkan lagi. Suatu usaha untuk melakukan pemecahan menggunakan sistem hukum yang berlaku pada masa dan tempat tertentu, dengan menggunakan abstraksi terhadap bahan-bahan hukum yang lebih tinggi. Filsafat hukum memberikan uraian yang rasional mengenai hukum sebagai upaya untuk memenuhi perkembangan hukum secara universal untuk menjamin kelangsungan di masa depan. Filsafat hukum memegang peranan penting dalam kegiatan penalaran dan penelaahan asas dan dasar etik dari pengawasan sosial, yang berkaitan dengan :
-          tujuan-tujuan masyarakat,
-          masalah-masalah hak  asasi,
-          kodrat alam
Filsafat Hukum bertolak dari renungan manusia yang cerdas, sebagai “subjek Hukum”, dunia hukum hanya ada dalam dunia manusia. Filsafat hukum tak lepas dari manusia selaku subjek hukum maupun subjek filsafat, sebab manusia membutuhkan hukum, dan hanya manusia yang mampu berfilsafat. Kepeloporan manusia ini menjadi jalan untuk mencari keadilan dan kebenaran sesuai dengan peraturan yang berlaku, dan mengukur apakah sesuatu itu adil, benar, dan sah.


A.    IMPLIKASI FILSAFAT HUKUM DALAM KENYATAAN HIDUP BERMASYARAKAT, BERNEGARA, DAN BERBANGSA
Penerapan Filsafat Hukum dalam kehidupan bernegara mempunyai variasi yang beraneka ragam tergantung pada filsafat hidup bangsa (Wealtanchauung)  masing-masing. Di dalam kenyataan suatu negara jika tanpa ideologi tidak mungkin mampu mencapai sasaran tujuan nasionalnya sebab negara tanpa ideologi adalah gagal, negara akan kandas di tengah perjalanan. Filsafat Hidup Bangsa (Wealtanchauung) yang lazim menjadi filsafat atau ideologi negara, berfungsi sebagai norma dasar (groundnorm). Nilai fundamental ini menjadi sumber cita dan asas moral bangsa karena nilai ini menjadi cita hukum (rechtidee) dan paradigma keadilan, makna keadilan merupakan substansi kebermaknaan keadilan yang ditentukan oleh nilai filsafat hidup (wealtanchauung) bangsa itu sendiri. Indonesia sebagai negara hukum (Rechtsstaat) pada prinsipnya bertujuan untuk menegakkan perlindungan hukum (iustitia protectiva).
Hukum dan cita hukum (Rechtidee) sebagai perwujudan budaya. Perwujudan budaya dan peradaban manusia tegak berkat sistem hukum, tujuan hukum dan cita hukum (Rechtidee) ditegakkan dalam keadilan yang menampilkan citra moral dan kebajikan adalah fenomena budaya dan peradaban. Manusia senantiasa berjuang menuntut dan membela kebenaran, kebaikan, kebajikan menjadi cita dan citra moral kemanusiaan dan citra moral pribadi manusia. Keadilan senantiasa terpadu dengan asas kepastian hukum (Rechtssicherkeit) dan kedayagunaan hukum (Zeweckmassigkeit). Tiap makna dan jenis keadilan merujuk nilai dan tujuan apa dan bagaimana keadilan komutatif, distributif maupun keadilan protektif demi terwujudnya kesejahteraan lahir dan batin warga negara, yang pada hakikatnya demi harkat dan martabat manusia. Hukum dan keadilan sungguh-sungguh merupakan dunia dari trans empirical setiap pribadi manusia.
Hukum dan citra hukum (keadilan) sekaligus merupakan dunia nilai dan keseluruhannya sebagai fenomena budaya. Peranan filsafat hukum memberikan wawasan dan makna tujuan hukum sebagai cita hukum (rechtidee). Cita hukum adalah suatu apriori yang bersifat normatif sekaligus suatu apriori yang bersifat normatif sekaligus konstitutif, yang merupakan prasyarat transendental yang mendasari tiap Hukum Positif yang bermartabat, tanpa cita hukum (rechtidee) tak akan ada hukum yang memiliki watak normatif.
Cita hukum (rechtidee) mempunyai fungsi konstitutif memberi makna pada hukum dalam arti padatan makna yang bersifat konkrit umum dan mendahului semua hukum serta berfungsi membatasi apa yang tidak dapat dipersatukan. Pengertian, fungsi dan perwujudan cita hukum (rechtidee) menunjukkan betapa fundamental kedudukan dan peranan cita-cita hukum adalah sumber genetik dari tata hukum (rechtsorder). Oleh karena itu cita hukum (rechtidee) hendaknya diwujudkan sebagai suatu realitas. Maknanya bahwa filsafat hukum menjadi dasar dan acuan pembangunan kehidupan suatu bangsa serta acuan bagi pembanguan hukum dalam bidang-bidang lainnya. Kewajiban negara untuk menegakkan cita keadilan sebagai cita hukum itu tersirat didalam asas Hukum Kodrat yang dimaksud untuk mengukur kebaikan Hukum Positif, apakah betulbetul telah sesuai dengan aturan yang berasal dari Hukum Tuhan, dengan perikemanusiaan dan perikeadilan dengan kebaikan Hukum Etis dan dengan asas dasar hukum umum abstrak Hukum Filosofis.



















BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
1.      Suatu penjabaran kembali fungsi filsafat hukum di dalam masyarakat adalah perlu yakni berupa pengertian, penyelesaian, pemeliharaan dan pertahanan aturan-aturan yang berlaku, sesuai dengan kebutuhan sosial yang relevan dengan perubahan-perubahan yang ada di dalam masyarakat, sesuai dengan berlakunya Hukum Positif.
2.      Filsafat hukum berupaya memecahkan persoalan, menciptakan hukum yang lebih sempurna, serta membuktikan bahwa hukum mampu menciptakan penyelesaian persoalan-persoalan yang hidup dan berkembang di dalam masyarakat dengan menggunakan sistem hukum yang berlaku suatu masa, disuatu tempat sebagai Hukum Positif.

B.     SARAN
Sebagai mahasiswa Fakultas Hukum, kita perlu mempelajari manfaat dan implikasi dari penerapan filsafat hukum tersebut. Karena filsafat hukum merupakan dasar untuk mempelajari ilmu-ilmu hukum yang lain. Dengan mengetahui fungsi dan implikasi dari penerapan filsahafat hukum, kita akan mudah untuk mencari titik terang dari persoalan-persoalan yang muncul dalam kehidupan.

DAFTAR PUSTAKA

Drijarkara, N. 1966. Pertjikan Filsafat. Djakarta: Pembangunan.
Friedman, W. 1990. Teori dan Filsafat Hukum, Susunan I. Jakarta: Rajawali Press.
http://hukum-on.blogspot.com/2011/02/filsafat-hukum.html
Soetandyo Wignjosoebroto, 2002. Hukum: Paradigma, Metode dan Dinamika Masalahnya. Jakarta: Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar